TROMBOSIS
VENA
A. Landasan
Teori
1. Pengertian
Thrombosis vena adalah pembentukan
thrombus (bekuan darah) dalam vena (http://www.news-medical.net/health/Types-of-Thrombosis-(Indonesian).aspx).
Thrombosis vena adalah
pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada tungkai bawah.
Thrombosis vena adalah
bekuan darah (thrombus) yang terbentuk di dalam pembuluh darah (http://en.wikipedia.org/wiki/Venous_thrombosis).
2. Anatomi
dan Fisiologi
Pembuluh darah terdiri
atas 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler.
a. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung dan
disebarkan ke berbagai jaringan tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri yang
terkecil, diameternya kurang dari 0,1 mm, dinamakan arteriol. Persatuan
cabang-cabang arteri dinamakan anastomosis. Pada arteri tidak terdapat katup.
b. Vena
Vena merupakan pembuluh darah yang mengembalikan darah dari seluruh
tubuh ke jantung sehingga dinamakan pula pembuluh balik;. Vena yang terkecil
dinamakan venula. Vena yang lebih kecil atau cabang-cabangnya, bersatu
membentuk vena yang lebih besar, yang seringkali bersatu satu sama lain
membentuk pleksus vena. Arteri profunda tipe sedang sering diikuti oleh
dua vena masing-masing pada sisi-sisinya, dan dinamakan venae cominantes.
Vena mempunyai tiga lapisan seperti arteri tetapi mempunyai lapisan
otot polos yang lebih tipis, kurang kuat dan mudah kempes (kolaps). Terdapat
katup yang berbentuk seperti bulan sabit (valvula semi lunaris) yang terbuat dari lapisan dalam vena yaitu
lapisan endotelium yang diperkuat oleh jaringan fibrosa fungsinya menjaga
agar darah tak berbalik arah. Terdiri dari :
1) Vena
cava superior yang bertugas membawa darah dari bagian atas tubuh menuju serambi
kanan jantung.
2) Vena
cava inferior yang bertugas membawa darah dari bagian bawah tubuh ke serambi
kanan jantung.
3) Vena
cava pulmonalis yang bertugas membawa darah dari paru-paru ke serambi kiri
jantung.
4) Vena yang masuk ke jantung.
Vena Kava Superior, merupakan vena besar yang menerima
darah dari bagian atas leher dan kepala yang di bentuk oleh persatuan dua vena
brakhiosefalika yang masuk ke dalam. atvium dektra. Vena azigos bersatu pada
permukaan posterior vena kava superior sebelum masuk ke pericardium.
Vena kava inferior, menerima darah dari alat-alat tubuh bagian bawah, menembus sentrum tendineum setinggi vertebrae thorakalis, dan masuk ke bagian terbawah atrium dekstra.
Vena kava inferior, menerima darah dari alat-alat tubuh bagian bawah, menembus sentrum tendineum setinggi vertebrae thorakalis, dan masuk ke bagian terbawah atrium dekstra.
Vena Pulmonalis. Dua vena pulmonalis yang
meninggalkan paru-paru membawa darah teroksigenasi (banyak mengandung oksigen)
dan masuk ke atrium sinistra.
5) Vena yang bermuara pada vena kava
superior.
Vena yang berawal tepat di belakang angulus mandibulare dan
menyatu dengan vena aurikularis posterior lalu turun melintasi m.sternoklaido
mastoideus tepat di atas clavikula dan menembuh fasia servikalis profunda dan
mencurahkan isinya ke vena sublavia. Cabang-cabangnya yaitu : vena aurikularis
posterior, vena retromandibularis menerima darah dating dari mandibularis, vena
jugularis eksterna posterior yang mengurus bagian kulit kepala dan leher
bergabung dengan vena jugularis eksterna, vena supraskapularis menerima darah
dari otot bahu bagian atas, dan vena jugularis anterior, berawal tepat di bawah
dagu, menyatu turun ke leher diatas insisura jugularis, berjalan ke bawah
m.sternoklaidomastoideus dan mencurahkan isisnya ke vega jugularis eksterna.
6) Vena yang bermuara ke vena cava
interna.
Vena torasika interna, bersatu membentuk pembuluh darah
tunggal dan mengalirkan darah ke vena brakhiosefalika.
Vena dinding
anterior dan lateral abdomen. Darah vena dikumpulkan ke jalinan
vena-vena dari umbilicus dan dailirkan ke vena aksilaris melalui vena torakalis
lateralis dan ke bawah vena femoralis melalui vena epigastrika superfisialis.
7) Vena anggota gerak bawah.
Superfisialis tungkai bawah adalah v. Safena magna dan
v. Parva yang berjalan ke atas dengan cabangnya.
Safena
magna mengangkut darah dari ujung medial arkus venosus dorsalis pedis berjalan
naik di depan maleolus medialis berjalan ke belakang lutut melalui sisi medial
paha pada fasia profunda bergabung dengan v. Femoralis, berhubungan dengan
v. Safena parva berjalan ke belakang lutut. V. Perforans
menghubungkan v. Safena magna dengan v. Profunda sepanjang sisi
medial betis.
Pembuluh
vena pada ekstremitas dibagi atas tiga sistem. Pertama pada sistem pembuluh
vena dalam terletak dibawah fascia dari otot. Katup pada sistem pembuluh vena
dalam melayani secara langsung aliran darah yang menuju ke jantung. Kedua
adalah sistem pembuluh vena superficial, yang terletak di dalam jaringan
subkutaneus ekstremitas. Katup pada sistem pembuluh vena superficial juga
bertujuan untuk mengalirkan darah secara langsung ke jantung. Ketiga adalah
sistem yang menghubungkan sistem superficial dan sistem pembuluh vena dalam,
bertujuan untuk mengalirkan darah dari pembuluh vena superficial ke pembuluh
vena profunda.
Aliran
darah pada vena sangat berhubungan dengan fase pernapasan. Pada saat inspirasi,
tekanan abdomen meningkat dan aliran vena ke ekstremitas bawah sementara
menurun sedangkan pada saat ekspirasi tekanan abdomen menurun dan aliran vena
ke ektremitas bawah meningkat.
c. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh mikroskopik yang
membentuk jalinan yang menghubungkan arteriol dengan venula. Pada beberapa
daerah tubuh, terutama pada ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan
langsung antara arteri dan vena tanpa diperantai kapiler. Tempat hubungan
seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.
Histologi Struktur Pembuluh Darah secara umum
Tunica intima. merupakan
lapisan yang kontak langsung dengan darah. Lapisan ini dibentuk terutama oleh
sel endothel.
Tunica media. Lapisan yang
berada diantara tunika media dan adventitia, disebut juga lapisan media.
Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot polos dan and jaringan elastic.
Tunica adventitia. Merupakan
Lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat.
3. Etiologi
Ditemukan 3 faktor yang berperan dalam terjadinya trombosis
vena dalam:
a. Cedera pada lapisan vena
b. Meningkatnya kecenderungan pembekuan
darah: terjadi pada beberapa kanker dan
pemakaian pil KB (lebih jarang). Cedera
atau pembedahan mayor juga bisa meningkatkan
kecenderungan terbentuknya
bekuan darah.
c. Melambatnya aliran darah di dalam
vena: terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring dalam waktu yang
lama karena otot betis tidak berkontraksi dan memompa darah menuju jantung.
Misalnya trombosis vena dalam bisa terjadi pada penderita serangan jantung yang
berbaring selama beberapa hari dimana tungkai sangat sedikit digerakkan; atau
pada penderita lumpuh yang duduk terus menerus dan ototnya tidak berfungsi.
4. Faktor resiko :
Faktor utama yang berperan terhadap terjadinya trombosis
vena adalah status aliran darah dan meningkatnya aktifitas pembekuan darah.
Faktor kerusakan dinding pembuluh darah adalah relatif
berkurang berperan terhadap timbulnya trombosis vena dibandingkan trombosis
arteri. Sehingga setiap keadaan yang menimbulkan statis aliran darah dan
meningkatkan aktifitas pembekuan darah dapat menimbulkan trombosis vena.
Faktor resiko timbulnya trombosis vena adalah sebagai berikut :
a.
Defisiensi Anto trombin III, protein C, protein S
dan alfa 1 anti tripsin.
Pada kelainan tersebut di atas, faktor-faktor pembekuan yang
aktif tidak di netralisir sehinga kecendrungan terjadinya trombosis meningkat.
b.
Tindakan operatif
Faktor resiko yang potensial
terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam bidang ortopedi dan
trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah. Pada operasi di daerah panggul,
54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada operasi di daerah
abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%. Beberapa faktor yang
mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif, adalah sebagai
berikut :
i. Terlepasnya plasminogen jaringan ke
dalam sirkulasi darah karena trauma pada waktu di operasi.
ii. Statis aliran darah karena
immobilisasi selama periode preperatif, operatif dan post operatif.
iii. Menurunnya aktifitas fibrinolitik,
terutama 24 jam pertama sesudah operasi.
iv. Operasi di
daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di daerah tersebut.
c. Kehamilan
dan persalinan
Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik,
statis vena karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.
Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan
lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi
peningkatkan koagulasi darah.
d. Infark
miokard dan payah jantung
Pada infark miokard penyebabnya
adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan yang melepaskan plasminogen yang
mengaktifkan proses pembekuan darah dan adanya statis aliran darah karena
istirahat total.
e. Trombosis vena yang mudah terjadi
pada payah jantung adalah sebagai akibat statis aliran darah yang terjadi
karena adanya bendungan dan proses immobilisasi pada pengobatan payah
jantung. Immobilisasi yang lama
dan paralisis ekstremitas. Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah
yang mempermudah timbulnya trombosis vena.
f. Obat-obatan
konstraseptis oral
Hormon estrogen yang ada dalam pil
kontraseptis menimbulkan dilatasi vena, menurunnya aktifitas anti trombin III
dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor pembekuan darah. Keadaan ini
akan mempermudah terjadinya trombosis vena.
g. Obesitas
dan varices
Obesitas dan varices dapat
menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas fibriolitik yang
mempermudah terjadinya trombosis vena.
h. Proses
keganasan
Pada jaringan yang berdegenerasi
maligna di temukan “tissue thrombo plastin-like activity” dan “factor X
activiting” yang mengakibatkan aktifitas koagulasi meningkat. Proses keganasan
juga menimbulkan menurunnya aktifitas fibriolitik dan infiltrasi ke dinding
vena. Keadaan ini memudahkan terjadinya trombosis. Tindakan operasi terhadap
penderita tumor ganas menimbulkan keadaan trombosis 2-3 kali lipat dibandingkan
penderita biasa.
5. Klasifikasi Trombosis Vena
Trombosis vena
dangkal dapat menyebabkan ketidaknyamanan
tetapi umumnya tidak menyebabkan konsekuensi serius, seperti trombosis vena dalam (DVT) bentuk yang dalam pembuluh darah dalam kaki atau di pembuluh
darah panggul. Karena vena mengembalikan darah ke jantung , jika sepotong dari bekuan darah terbentuk di vena istirahat dari
itu dapat diangkut ke sisi kanan jantung, dan dari sana ke dalam paru-paru . Sepotong thrombus
yang diangkut dengan cara ini adalah emboli : proses pembentukan trombus yang menjadi emboli disebut tromboemboli . Sebuah
emboli bahwa pondok-pondok di paru-paru adalah pulmonary embolism (PE). Sebuah
pulmonary embolus adalah kondisi yang sangat serius yang dapat berakibat fatal
jika tidak diakui dan diperlakukan segera. Tromboemboli
vena (VTE) merujuk kepada kedua DVT dan PE. Embolisms sistemik asal vena dapat
terjadi pada pasien dengan atrial atau defek septum ventrikel , melalui mana embolus dapat masuk ke dalam sistem arteri. Peristiwa semacam ini disebut sebagai emboli paradoks . Sebuah trombosis vena yang dihasilkan dari peradangan vena
adalah thrombophlebitis , satu yang tidak adalah phlebothrombosis.
6.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas,
kelainan yang timbul tidak selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat
terjadinya thrombosis (smeltzer & Brenda).
-
Pembengkakan disertai rasa nyeri pada
daerah yang bersangkutan, biasanya pada ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini
bertambah bila dipakai berjalan dan tidak berkurang dengan istirahat.
-
Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai
dikeataskan atau ditekuk.
-
Daerah yang terkena berwarna kemerahan
dan nyeri tekan
-
Dapat dijumpai demam dan takikardi
walaupun tidak selalu
-
Perubahan
warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik
dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena dalam dibandingkan trombosis
arteri. Pada trombosis
vena perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna
kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu
7.
Patofisiologi
Penyebab utama trombosis Vena belum
jelas, tetapi ada tiga kelompok factor pendukung yang dianggap berperan penting
dalam pembentukannya yang dikenal sebagai TRIAS VIRCHOW.
Stasis aliran darah vena, terjadi bila aliran darah
melambat, seperti pada gagal jantung atau syok; ketika vena berdilatasi,
sebagai akibat terapi obat, dan bila kontraksi otot skeletal berkurang, seperti
pada istirahat lama, paralysis ekstremitas atau anastesi. Hal-hal tersebut
menghilangkan pengaruh dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi
dan pengumpulan darah
di
ekstremitas bawah.
Cedera dinding pembuluh darah, diketahui dapat mengawali
pembentukan thrombus. Penyebabnya adalah trauma langsung pada pembuluh darah,
seperti fraktur dan cedera jaringan lunak, dan infuse intravena atau substansi
yang mengiritasi, seperti kalium klorida kemoterapi
atau
antibiotic
dosis tinggi.
Hiperkoagulabilitas darah, terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat antikoagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia.
Rangsangan thrombosis vena menaikan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah.
Hiperkoagulabilitas darah, terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat antikoagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia.
Rangsangan thrombosis vena menaikan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah.
(Smeltzer & Brenda).
Pathway (terlampir)
8. Pemeriksaan penunjang
a.
Venografi
Sampai saat ini venografi masih
merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena. Akan tetapi teknik
pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk
trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya. Prinsip pemeriksaan
ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan akan
kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke
v iliaca.
b.
Flestimografi impendans
Prinsip pemeriksaan ini adalah
mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih
sensitif pada tombosis vena femrlis dan iliaca dibandingkan vena di betis.
c.
Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan USG
berkembang dengan pesat, sehingga adanya trombosis vena dapat di deteksi dengan
USG, terutama USG Doppler. Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan
spesifity 93,9%. Metode ini dilakukan terutama pada kasus-kasus trombosis vena
yang berulang, yang sukar di deteksi dengan cara objektif lain.
(Smeltzer & Brenda).
d.
Tes D-Dimer pemeriksaan ini mengukur
kadar D-Dimar dalam darah yang biasanya dikeluarkan ketika bekuan darah
memecah.
e.
Venografi pemeriksaan ini merupakan
suatu standar baku (gold standard) pada thrombosis vena. Pada pemeriksaan ini
suatu pemindai akan dijenksikan ke dalam pembuluuh darah balik (vena), kemudian
daerah terswebutakan dirontgen dengan sinar X. jika pada hasil foto terdapat
area pada pembuluh darah balik yang tidak terwarnai dengan pemindai maka diagnosis
thrombosis vena dapat ditegakkan.
f.
Elektrokardiografi
g.
CT-Scan dan MRI.
Dengan
Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan lunak
sekitar tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat
mendiagnostik kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava
inferior.
9. Epidemiologi
Sangat sering dijumpai pada pasien medis
dan bedah, menyerang sekitar 10-3-% dari seluruh pasien bedah umum yang berusia
di atas 40 tahun dan menjalani operasi besar. Emboli paru (PE) sering
menyebabkan kematian tiba-tiba pada pasien rumah sakit (0,5-3,0% pasien
meninggal karena PE).
10. Penatalaksanaan
dan Pencegahan
Terapi ditujukan pada
upaya menghentikan proses koagulasi darah, mencegah terjadinya emboli paru, dan
pembentukan trombus baru, diberikan heparin intravena atau trombolitik selama
beberapa hari, dan sediaan penghambat agregasi trombosit atau warfarin selama
beberapa bulan. Jika terjadi emboli pelana, embolektomi a.pulmonalis merupakan
operasi darurat yang harus segera dikerjakan. Operasi ini jarang memperlihatkan
hasil langsung baik, karena diperlukan mesin pintas kardiopulmonal. Kadang
perlu ditempatkan paying atau jala di vena kava inferior yang dipasang secara
perkutan menembus lumen vena untuk menvegaha kambuhnya emboli paru. Pencegahan
terjadinya tromboemboli vena terdiri dari pemberian antikoagulan kepada
penderita risiko tinggi misalnya heparin subkutis dosis rendah.
Penanganan trombosis vena secara umum terbagi atas :
Penanganan trombosis vena secara umum terbagi atas :
a. Antikoagulan
penanganan trombosis vena dalam tergantung atas lokasi trombus. Trombus pada
vena tungkai dapat ditangani tanpa antikoagulan, khususnya jika trombus
berkembang sebagai akibat kejadian yang tidak teridentifikasi seperti trauma
atau pembedahan. Trombus vena dalam pada daerah proksimal tungkai harus
ditangani dengan antikoagulan untuk mencegah penyebaran trombus dan emboli
paru. Terapi dimulai dengan menggunakan heparin secara intravena, dengan tujuan
mencapai APTT lebih dari dua kali waktu control.
b. Terapitrombolitik
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan
bila : ada kontraindikasi terapi antikoagulan atau trombolitik, ada bahaya
emboli paru yang jelas, dan aliran vena sangat terganggu yang dapat
mengakibatkan kerusakan permanen pada ekstremitas.
d. Bebat
stoking pada pasien dengan trombosis vena dalam harus memakai bebat stoking dan
rata-rata menurunkan angka kejadian terjadinya sindrom post trombotik.
Pemakaian ini dianjurkan karena dapat meringankan rasa nyeri dan bengkak.
f. Tidak mengkonsumsi alkohol.
g. Penatalaksanaan Keperawatan. Tirah baring,
peninggian ekstremitas yang terkena, analgesik untuk mengurangi nyeri adalah
tambahan terapi. Biasanya diperlukan tirah baring 5 – 7 hari setelah terjadi
thrombosis vena. Waktu ini kurang lebih sama dengan waktu yang diperlukan
thrombus untuk melekat pada dinding vena, sehingga menghindari terjadinya
emboli. Latihan ditempat tidur, seperti dorsofleksi kaki melawan papan kaki,
juga dianjurkan. Kompres hangat dan lembab pada ekstremitas yang terkena
thrombosis vena dapat mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan. Analgesik
ringan untuk mengontrol nyeri, sesuai resep akan menambah rasa nyaman.
11. Komplikasi
-
Perdarahan
-
Kematian
-
Emboli paru
-
Post trombolitik
12. Prognosis
-
Semua pasien dengan trombosis vena dalam
pada masa yang lama mempunyai resiko terjadinya insufisiensi vena kronik.
-
Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang
tidak ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat
menyebabkan kematian. Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun
hingga 5 sampai 10 kali.
B.
Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar
dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994). Pengkajian
pasien thrombosis vena (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
a.
Aktifitas / Istirahat
Gejala : Tindakan yang memerlukan duduk atau berdiri
lama, Imobilitas lama (contoh ; trauma orotpedik, tirah baring yang lama,
paralysis, kondisi kecacatan) Nyeri karena aktifitas / berdiri lama, Lemah /
kelemahan pada kaki yang sakit.
Tanda : Kelemahan umum atau ekstremitas
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat trombosis vena sebelumnya,
adanya varises. Adanya factor pencetus lain , contoh : hipertensi (karena kehamilan), DM, penyakit katup
jantung.
Tanda : Tachicardi, penurunan nadi perifer pada
ekstremitas yang sakit. Varises dan atau pengerasan, gelembung / ikatan vena
(thrombus). Warna kulit / suhu pada ekstremitas yang sakit ;
pucat, dingin, oedema, kemerahan, hangat sepanjang vena.
Tanda: human positif.
c. Makanan / Cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, membran mukosa kering (dehidrasi,
pencetus untuk hiperkoagulasi), Kegemukan (pencetus untuk statis dan tahanan
vena pelvis), Oedema pada kaki yang sakit (tergantung lokasi).
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Berdenut, nyeri tekan, makin nyeri bila
berdiri atau bergerak
Tanda: Melindungi ekstremitas kaki yang
sakit.
e. Keamanan
Gejala : Riwayat cedera langsung / tidak
langsung pada ekstremitas atau vena (contoh : fraktur, bedah ortopedik,
kelahiran dengan tekanan kepala bayi lama pada vena pelvic, terapi intra vena),
Adanya keganasan (khususnya pancreas, paru, system GI).
Tanda: Demam, menggigil
f. Penyuluhan /
Pembelajaran
Gejala : Penggunaan kontrasepsi / estrogen oral,
adanya terapi antikoagulan (pencetus hiperkoagulasi), Kambuh atau kurang
teratasinya episode tromboflebitik sebelumnya.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan
aliran darah / statis vena (obstruksi vena sebagian / penuh ), ditandai dengan
: oedema jaringan, penurunan nadi perifer, pengisian kapiler, pucat, eritema
Hasil yang diharapkan :
1. Menunjukkan perbaikan
perfusi yang dibuktikan oleh adanya nadi perifer / sama, warna kulit dan suhu normal, tidak ada odema.
2. Peningkatan perilaku /
tindakan yang meningkatkan perfusi jaringan
3. Menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktifitas
Intervensi
Keperawatan :
Rasional :
distensi vena superficial dapat terjadi karena aliran balik vena dari
percabangan.
b. Kaji tanda human
Rasional : tanda human positif tidak konsisten
sebagai manifestasi klinik yang dapat ada atau tidak ada.
c. Tinggikan kaki bila
ditempat tidur atau duduk, secara periodic tinggikan kaki dan telapak kaki
diatas tinggi jantung.
Rasional : menurunkan pembengkakan jaringan dan
pengosongan cepat vena superficial dan tibial, mencegah distensi berlebihan dan
sehingga meningkatkan aliran balik vena.
d. Lakukan latihan aktif
dan pasif sementara di tempat tidur. Bantu melakukan ambulasi secara bertahap.
Rasional : tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan aliran balik vena dari ekstremitas yang lebih rendah dan
menurunkan stasis vena, juga memperbaiki tonus otot umum/regangan.
e. Peringatkan pasien untuk
menghindari menyilang kaki atau hiperfleksi lutut (posisi duduk dengan kaki
menggantung atau berbaring dengan posisi menyilang).
Rasional : pembatasan fisik terhadap sirkulasi
mengganggu aliran darah dan meningkatkan stasis vena pada pelvis, popliteal,
dan pembuluh kaki, jadi meningkatkan pembengkakan dan ketidaknyamanan.
f. Anjurkan pasien untuk
menghindari pijatan / urut pada ekstremitas yang sakit.
Rasional : aktivitas ini potensial
memecahkan/menyebarkan thrombus. Menyebabkan embolisasi dan meningkatkan risiko
komplikasi.
g. Dorong latihan nafas
dalam
Rasional : meningkatkan tekanan negatif pada
toraks, yang membantu pengosongan vena besar.
h. Tingkatkan pemasukan
cairan sampai sedikitnya 2000 ml/hari dalam toleransi jantung.
Rasional : dehidrasi meningkatkan viskositas
darah dan stasis vena. Pencetus pembentukan thrombus.
i.
Kolaborasi : pemberian kompres hangat/basah atau panas pada
ekstremitas yang sakit ; dan antikoagulan.
Rasional : dapat diberikan untuk meningkatkan
vasodilatasi dan aliran balik vena dan perbaikan edema local.
j.
Pantau pemeriksaan laboratorium : masa protrombin (PT), masa
tromboplastin partial (PTT), masa tromboplastin teraktifasi partial (APTT),;
darah lengkap.
Rasional : pantau terapi antikoagulan dan adanya
faktor resiko, contoh hemokonsentrasi dan dehidrasi, yang potensial membentuk
bekuan.
k. Berikan dukungan kaus
kaki elastik setelah fase akut, hati-hati untuk menghindari efek tornikuet.
Rasional : dukungan kaus kaki penekan yang tepat
berguna (bila ambulasi telah dimulai) untuk meminimalkan atau memperlambat
pembentukan sindrom pascaflebotik.
l.
Siapkan intervensi bedah bila diindikasikan.
Rasional : trombolektomi kadang-kadang perlu
bila inflamasi meluas secara proksimal atau sirkulasi terbatas sekali.
b.
Nyeri b.d penurunan sirkulasi arteri dan oksigenasi jaringan
dengan produksi / akumulasi asam laktat pada jaringan atau inflamasi, ditandai
dengan ; pasien mengatakan nyeri, hati-hati pada kaki yang sakit, gelisah dan
perilaku distraksi.
Hasil yang diharapkan
:
Nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan tindakan rileks, mampu
tidur / istirahat dan meningkatkan aktifitas
Intervensi Keperawan
:
a. Kaji derajat nyeri,
palpasi kaki dengan hati-hati.
Rasional : derajat nyeri secara langsung b.d
luasnya kekurangan sirkulasi, proses inflamasi, derajat hipoksia, dan edema
luas sehubungan dengan terbentuknya thrombus.
b. Pertahankan tirah baring
selama fase akut.
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan sehubungan
dengan kontraksi otot dan gerakan.
c. Tinggikan ektremitas
yang sakit.
Rasional : mendorong aliran balik vena untuk
memudahkan sirkulasi, menurunkan pembentukan stasis/edema.
d. Berikan ayunan kaki.
Rasional : ayunan mempertahankan tekanan baju
tidur pada kaki yang sakit, sehingga menurunkan ketidaknyamanan tekanan.
e. Dorong pasien untuk
sering mengubah posisi.
Rasional : menurunkan/mencegah kelemahan otot,
membantu meminimalkan spasme otot.
f. Pantau tanda vital :
catat peningkatan suhu.
Rasional : peninggian frekuensi jantung dapat
menunjukan peningkatan nyeri/ketidaknyamanan atau terjadi respon terhadap demam
dan proses inflamasi. Demam yang terjadi juga meningkatkan ketidaknyamanan
pasien.
g. Kolaborasi : analgesik,
antipiretik, pemberian kompres panas pada ekstremitas.
Rasional : mengurangi nyeri dan menurunkan
tegangan otot, menurunkan demam dan inflamasi, meningkatkan vasodilatasi yang
meningkatkan sirkulasi, merileksasikan otot.
c.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, program pengobatan b.d
kurang terpajan, kesalan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi, kurang
mengingat , ditandai dengan : minta informasi, pernyataan kesalahan konsep,
tidak tepat dalam mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat
dicegah.
Hasil yang diharapkan
:
1.
Menyatakan pemahaman proses penyakit, programpengobatan dan
pembaasan
2.
Berpartisipasi dalam proses belajar
3.
Mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis
4.
Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alsan tindakan
Intervensi
Keperawatan :
a. Kaji ulang patofisiologi
kondisi dan tanda/gejala, kemungkinan komplikasi.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana
pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi dan memahami informasi dan
memahami/mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan.
b. Jelaskan tujuan
pembatasan aktifitas dan kebutuhan keseimbangan aktifitas / tidur.
Rasional : istirahat menurunkan kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan yang rusak dan menurunkan risiko pemecahan
thrombus. Keseimbangan istirahat mencegah kelelahan dan gangguan lanjut perfusi
seluler.
c. Adakan latihan yang
tepat.
Rasional : membantu dalam mengembangkan
sirkulasi kolateral, meningkatkan aliran balik vena, dan mencegah kambuh.
d. Selesaikan masalah
factor pencetus yang mungkin ada, contoh : tindakan yang memerlukan berdiri
/duduk lama, kegemukan, kontrasepsi oral, imobilisasi, dll.
Rasional : melibatkan pasien secara aktif dalam
identifikasi dan melakukan perubahan pola hidup/perilaku untuk meningkatkan
kesehatan dan mencegah kambuhnya kondisi/terjadinya komplikasi.
e. Identifikasi pencegahan
keamanan, contoh : penggunaan sikat gigi, pencukur jenggot, sarung tangan untuk
berkebun, menghindari objek tajam.
Rasional : menurunkan resiko cedera traumatic,
yang potensial perdarahan/pembentukan pembekuan.
f. Kaji ulang kemungkinan
interaksi obat dan tekankan perlunya membaca label kandungan obat yang mungkin
obat tersebut dijual bebas.
Rasional : salisilat dan kelebihan alcohol
menurunkan aktivitas protombin, juga vitamin K (multivitamin, pisang, sayuran
hijau) meningkatkan aktivitas protombin.
g. Identifikasi efek obat
antikoagulan.
Rasional : deteksi dini kerusakan efek terapi
(memanjangnya masa pembekuan) memungkinkan intervensi berkala dan dapat
mencegah komplikasi serius.
h. Tekankan pentingnya
pemeriksaan lab.
Rasional : pemahaman bahwa pengawasan ketat
terhadap terapi antikoagulan adalah perlu (rentang dosis terapeutik sempit dan
komplikasi mungkin mematikan) meningkatkan partisipasi pasien.
i.
Dorong menggunakan kartu / gelang identifikasi.
Rasional : mewasdakan pemberi perawatan
kesehatan untuk menggunakan antikoagulan.
Rasional : kongesti vena/sindrom pascaflebotik
kronis dapat terjadi (khususnya pada adanya keterlibatan vaskuler berat
dan/episode kambuh) potensial risiko stasis luka/infeksi.
Daftar Pustaka
1. Doengoes.
E, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed 3. EGC. Jakarta.
2. Smeltzer
& Brenda.
0 komentar :
Posting Komentar