Read more: http://www.uzumaki-popey.com/2013/01/cara-membuat-blog-agar-tidak-bisa-di.html#ixzz2QmnmosON

Pages

Kamis, 14 Februari 2013

kanker nasofaring


BAB I
LANDASAN TEORI

       A.    PENGERTIAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.  Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)
       B.     ANATOMI DAN FISIOLOGI SYSTEM PERNAFASAN ATAS
       Sitem pernafasan atas terdiri atas :
a.      Hidung
Terdiri dari bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Nares anterior (lubangh hidung) merupakan osteum sebelah luar rongga hidung.
Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan oleh septum menjadi rongga kanan dan kiri. Masing-masing rongga dibagi tiga saluran oleh penonjolan turbinasi (konka) dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi oleh membrane mukosa. Lendir diproduksi/disekresi terus menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke nasofaring oleh gerakan silia. Ketika udara masuk ke roingga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan (merupakan fungsi utama mukosa respirasi yang terdiri dari epitel bertingkat, bersilia dan ber sel goblet). Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat pada lubang hidung sedangkan partikel halus akan terjerat lapisan mucus. Air untuk melembabkan diberikan oleh lapisan mucus, panas yang disuplai ke udara berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya pembuluh darah.

b.      Sinus paranasal
Terdiri dari sinus frontalis, etmoidalis, stenoidalis dan maksilaris. Merupakan empat pasang rongga bertulang yang dilapisi oleh  mukosa hidung dan epitel kolumner nbertingkat semu yang bersilia. Rongga-rongga udara ini dihubuingkan oleh duktus yang mengalir dalam rongga hidung. Fungsi sinus yang menonjol sebagai bilik personansi saat bicara.

c.       Faring/Tenggorok, Tonsil dan Adenoid
Adalah organ yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian kartilago krikoid. Faring dibagi menjadi tiga region : nasal, oral dan laring.
1)      Nasopharing
Terletak sebelah posterior hidung dan diatas palatum mole.
Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :  Atas : basis cranii, bawah : palatum mole,belakang : vertebra servikalis, depan : koane , lateral : ostium tuba eustachii, torus tubaris,fossa rosenmuler ( resesus faringeus). Terdapat epitel bersilia ( pseudostratified), sebagai muara tuba eustahius dan disana terdapat tonsil ( adenoid ). Adenoid atau faringeal tonsil berada di langit – langit dari nasofaring. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil,adenoid dan jaringan limfoid lainnya. Struktur ini penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk penjagaan tubuh dari invasi organism yang masuk ke hidung dan tenggorokan.
2)      Orofaring
Berfungsi menampung udara dari nasofaring dan makanan dari mulut, disana terdapat tonsil palatina( posterior ) dan tonsil lingualis ( dasar lidah )
3)      Laringofaring
Memanjang dari tulang hyoid ke kartilago krikoid.
Merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan esophagus dibagian belakang serta pita suara ( trakea ) dibagian depan yang berfungsi pada saat proses menelan dan respirasi

d.      Laring
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trachea. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring terdiri atas:
1)      Epiglottis
Daun katup kartilago yang nmenutupi ostium kea rah laring selama menelan
2)      Glottis
Ostium antara pitas suara dalam laring
3)      Kartilago tiroid
Kartilago terbesar pada trachea, sebagian kartilago ini membentuk jakun (adam’s apple)
4)      Kartilago krikoid
Satu-satunya cincin kartilago yuang komplit dalam laring (terletak di bawah kartlago tiroid)
5)      Kartilago aritenoid
Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
6)      Pita suara
Ligament yang di control oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara. Pita suara melakat pada lumen laring

       C.     ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring masih belum jelas. Namun banyak yang berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologik dan eksperimental, ada 5 faktor yang mempengaruhi yakni :
1.         Faktor Genetik
        Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid, mempunyai garis
        keturunan penderita kanker nasofaring.
2.         Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR)
3.         Faktor lingkungan
       Sering mengisap udara yang penuh asap atau rumah yang pergantian
       udaranya kurang baik ,polusi asap kayu bakar,aap rokok atau bahan
       karsinogenik misalnya Sering mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, termasuk makanan yang diawetkan dengan cara diasinkan atau diasap dll.
4.         Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll.
5.         Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.
       D.    KLASIFIKASI
1.         Menurut Histopatologi :
a.      Well differentiated epidermoid carcinoma.
                                                                    i.            Keratinizing
                                                                  ii.            Non Keratinizing.
b.      Undifferentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
                                                                    i.            Transitional
                                                                  ii.            Lymphoepithelioma.
c.       Adenocystic carcinoma
2.         Menurut bentuk dan cara tumbuh
a.       Ulseratif
b.      Eksofilik             : Tumbuh keluar seperti polip.
c.       Endofilik            :Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari   jaringan sekitar (creeping tumor)
3.         Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
a.      Tipe WHO 1
Ø    Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Ø    Deferensiasi baik sampai sedang.
Ø    Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
b.      Tipe WHO 2
Ø    Karsinoma non keratinisasi (KNK).
Ø    Paling banyak variasinya.
Ø    Menyerupai karsinoma transisional
c.       Tipe WHO 3
Ø    Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
Ø    Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik,  “Clear Cell Carsinoma”, varian sel spindel.
Ø    Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

4.         Klasifikasi TNM
Menurut International Union Against Cancer (UICC,1987 ) pembagian TNM adalah sebagai berikut :
T1        = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring
T2        = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.
T3        = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.
T4        = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai syaraf otak.
N1       = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama, mobil,
               soliter dan berukuran kurang/sama dengan 3 cm.
N2       = Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama dengan ukuran
               Lebih dari 3 cm tetapi kurang dari 6 cm, atau multipel dengan ukuran besar kurang dari 6 cm, atau bilateral/kontralateral dengan ukuran terbesar kurang dari 6 cm.
N3       = Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm.
M0       = Tidak ada metastasis jauh.
M1       = Didapatkan metastasis jauh.

Penentuan Stadium
Stadium I        T1        N0       M0
Stadium II       T2        N0       M0
Stadium III     T3        N0       M0
T1 – 3  N1       M0
Stadium IV     T4        N0 – 1 M0
Semua T          N2 – 3 M0
Semua T          Semua N         M1
Lokasi :
1                    Fossa Rosenmulleri.
2                    Sekitar tuba Eustachius.
3                    Dinding belakang nasofaring.
4                    Atap nasofaring.

        E.     PATHOFISIOLOGI
        F.      MANIFESTASI KLINIK
  1.  Gejala Setempat :
Gejala Hidung           :
Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/kronik.
Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau.
Epistaksis dapat sedikit atau banyak dan berulang.
Dapat juga hanya berupa riak campur darah.
Obstruksio nasi unilateral atau bilateral bila tumor tumbuh secara eksofilik
Gejala Telinga           :
ü    Kurang, pendengaran.
ü    Tinitus
ü    OMP.
2.      Gejala karena tumbuh dan menyebarnya tumor
Merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumor secara ekspansif, infiltratif dan metastasis.
a.                  Ekspansif
A              Ke muka, tumor tumbuh ke depan mengisi nasofaring dan menutuk koane sehingga timbul gejala obstruksi nasi/hidung buntu.
A              Ke bawah, tumor mendesak palatum mole sehingga terjadi “bombans palatum mole” sehingga timbul gangguan menelan/sesak.
b.                  Infiltratif
A              Ke atas :
Melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena dura dan timbul sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N VI, timbul diplopia, strabismus. Bila terkena N V, terjadi Trigeminal neuralgi dengan gejala nyeri kepala hebat pada daerah muka, sekitar mata, hidung, rahang atas, rahang bawah dan lidah. Bila terkena N III dan IV terjadi ptosis dan oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi akan terkena N IX, X, XI dan XII.
A              Ke samping     :
Masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X  : Terjadi Paresis palatum mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi makan-minum ke kavum nasi, rinolalia aperta dan suara parau.
Menekan N XI            : Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus dan otot trapezius.
Menekan N XII: Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan menelan
c.                  Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening :
Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas muskulus sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan bilateral. Pembesaran ini di sebut tumor colli.
d.                  Gejala karena metastasis melalui aliran darah :
Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan sebagainya.
Gejala di atas dapat dibedakan antara :
I.                   Gejala Dini :
            Merupakan gejala yang dapat timbul waktu tumor masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring, jadi berupa gejala setempat yang disebabkan oleh tumor primer (gejala-gejala hidung dan gejala-gejala telinga seperti di atas).
II.                Gejala Lanjut :
            Merupakan gejala yang dapat timbul oleh karena tumor telah tumbuh melewati batas nasofaring, baik berupa metastasis ataupun infiltrasi dari tumor.

Sebagai pedoman :
Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :
1.                  Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.
2.                  Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.
3.                  Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.

        G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Pemeriksaan Fisik
A           Inspeksi        : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.
A           Pemeriksaan THT:
-             Otoskopi      : Liang telinga, membran timpani.
-             Rinoskopia anterior :
Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.
Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
-             Rinoskopia posterior :
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
-             Faringoskopi dan laringoskopi :
        Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
2.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
    1. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
    2. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
    3. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
    4. Biopsi :
Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai. Dilakukan dengan anestesi lokal.
Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior.
Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali.
Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum.
Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik.
Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.

        H.    EPIDEMIOLOGI

Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik. Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146). Kanker nasofaring umumnya menyerang orang tua, anak anak serta sebagian remaja dan pemuda berusia 30 tahun, umumnya kasus kanker nasofaring akan meningkat tajam dalam 40-60 tahun lalu setelah memasuki usia 65 tahun, resiko penyakit ini akan mulai menurun.
        I.       PENATALAKSANAAN

1.                  Terapi utama : Radiasi/Radioterapi ® ditekankan pada penggunaan  megavoltage dan pengaturan dengan komputer (4000 – 6000 R)
2.                  Terapi tambahan : diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, inferferon, Sitostatika/Kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan efirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.


        J.       KOMPLIKASI

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.
Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.

        K.    PROGNOSIS
Untuk kanker nasofaring stadium awal yang belum ditemukan adanya penyebaran, pengobatan yang paling efektif adalah tindakan pembedahan, pasien yang menjalani bedah kanker nasofaring yang belum menyebar, kelangsungan hidupnya bertahan lebih dari 5 tahun telah mencapai lebih dari 80%

        L.     PENCEGAHAN
1.                  Ciptakan lingkungan hidup dan lingkungan kerja yang
            sehat, serta usahakan agar pergantian udara (sirkulasi
            udara) lancar.
2.                  Hindari polusi udara, seperti kontak dengan gas hasil zat-
            zat kimia, asap industry, asap kayu, asap rokok, asap
minyak tanah dan polusi lain yang dapat mengaktifkan virus Epstein bar.
3.                  Hindari mengonsumsi makanan yang diawetkan, makanan
yang panas, atau makanan yang merangsang selaput lendir.

BAB II
ASPEK KEPERAWATAN

A.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

    a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara

       b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.

       c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).

      d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.

       e.  Tanda dan gejala :

    Aktivitas

            Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yangmempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

    Sirkulasi

            Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.

    Integritas ego

            Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.

    Eliminasi

            Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.

    Makanan/cairan

            Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.


    Neurosensori

            Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus

    Nyeri/kenyamanan

            Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran

    Pernapasan

            Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan

    Keamanan

            Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.

    Seksualitas

            Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.

    Interaksi sosial

            Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

2.                  Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 
a.                   Nyeri kronis berhubungan dengan metastase kanker.
b.                  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah
c.                   Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
d.                 Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
e.                   Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.


3.                  Intervensi
a.       Nyeri kronis berhubungan dengan metastase kanker.
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
a
Nyeri kronis
Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt
Control nyeri dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.Skala nyeri 0-3 ( skala nyeri 0-10 )
Manajemen nyeri :
1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk skala nyeri, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10.Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
11.Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi,IMT normal tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat tidak mual-muntah
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan.
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
c.       Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun

Risiko infeksi
Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000),
Konrol infeksi :
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
2. Pertahankan teknik isolasi.
3. Batasi pengunjung bila perlu.
4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
8. Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
10.Tingkatkan intake nutrisi.
11.berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
2. Monitor hitung granulosit dan WBC.
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi..
4. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
5. Pertahankan teknik isolasi bila perlu.
6. Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
7. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
8. Ambil kultur jika perlu
9. Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.
10.Dorong istirahat yang cukup.
11.Monitor perubahan tingkat energi.
12.Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
13.Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
14.Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
15.Laporkan kecurigaan infeksi.
16.Laporkan jika kultur positif.


d.      Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya
Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam, pengetahuan klien meningkat.
Knowledge : Illness Care dg kriteria :
1 Tahu Diitnya
2 Proses penyakit
3 Konservasi energi
4 Kontrol infeksi
5 Pengobatan
6 Aktivitas yang dianjurkan
7 Prosedur pengobatan
8 Regimen/aturan pengobatan
9 Sumber-sumber kesehatan
10.Manajemen penyakit
Teaching : Dissease Process
1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
3. Sediakan informasi tentang kondisi klien
4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien
5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
e.       Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.

Harga diri rendah
Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan dirinya
Dengan criteria :
Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri
Menjaga postur yang terbuka
Menjaga kontak mata
Komunikasi terbuka
Menghormati orang lain
Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok
Menerima kritik yang konstruktif
Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social
Menggambarkan kebanggaan terhadap diri
PENINGKATAN HARGA DIRI
1. Monitor pernyataan pasien tentang harga diri
2. Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan
3. Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain
4. Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.
5. Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.
6. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.
7. Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.
8. Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya
9. Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya
10. Jangan mengejek / mengolok – olok pasien
11. Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi
12. Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.
13. Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.
14. Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.
15. Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri
16. Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.
17. Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan
18. Monitor tingkat harga diri






B.     ASPEK LEGAL ETIS
1.         ASPEK LEGAL
        Dalam kasus ini, peran perawat sebagai advokat harus bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam hal inform concern atas tindakan keperawatan yang dilakukan. Selain itu juga harus mempertahankan dan melindungi hak-hak klien serta memastikan kebutuhan klien terpenuhi.

2.          ETIK KEPERAWATAN
a.             Otonomi
Prinsip bahwa individu mempunyai hak menentuka diri sendiri, memperoleh kebebasan dan kemandirian
Perawat yg mengikuti prinsip ini akan menghargai keluhan gejala subjektif (misal : nyeri), dan meminta persetujuan tindakan sebelum prosedur dilaksanakan
b.            Nonmaleficience
Prinsip menghindari tindakan yg membahayakan. Bahaya dpt berarti dgn sengaja, risiko atau tidak sengaja membahayakan.
Contoh : kecerobohan perawat dalam memberikan pengobatan menyebabkan klien mengalami cedera
c.             Beneficience
Prinsip bahwa seseorang harus melakukan kebaikan. Perawat melakukan kebaikan dengan mengimplementasikan tindakan yg menguntungkan/bermanfaat bagi klien.
Dapat terjadi dilema bila klien menolak tindakan tersebut, atau ketika petugas kesehatan berperan sebagai peneliti
d.            Justice
Prinsip bahwa individu memiliki hak diperlakukan setara.
Contoh : ketika perawat bertugas sendirian sementara ada beberapa pasien di sana maka perawat perlu mempertimbangkan situasi dan kemudian melakukan tindakan secara adil.
e.             Fidelity
Prinsip bahwa individu wajib setia terhadap komitmen atau kesepakatan dan tgg jawab yg dimiliki.
Kesetiaan jg melibatkan aspek kerahasiaan / privasi dan komitmen adanya kesesuaian antara informasi dgn fakta.
f.       Veracity
Mengacu pada mengatakan kebenaran. Bok (1992) mengatakan bahwa bohong pada orang yg sakit atau menjelang ajal jarang dibenarkan.
Kehilangan kepercayaan thd perawat dan kecemasan karena tdk mengetahui kebenaran biasanya lebih merugikan.




C.     PENDIDIKAN KESEHATAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Tema                           : Ca Nasofaring
Sub Tema                    : Penatalaksanaan Ca Nasofaring
Waktu                         : 30 menit
Sasaran                        : Pasien X
Tempat                       : Ruang Bugenville
Penyuluh                     : Perawat R


I.                   Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 30 menit diharapkan pasien  dapat memahami tentang penatalaksanaan ca nasofaring.
II.                Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
a.       Klien dapat menyebutkan  pengertian Ca Nasofaring
b.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan factor risiko Ca Nasofaring
c.       Kien dapat menyebutkan penatalaksanaan Ca Nasofaring
d.      Klien dapat mengidentifikasi komplikasi dan prognose Ca Nasofaring
III.             Pokok Materi
a.       Pengertian Ca Nasofaring
b.      Penyebab dan factor risiko Ca Nasofaring
c.       Penatalaksanaan Ca Nasofaring
d.      Komplikasi dan prognose Ca Nasofaring
IV.             Strategi Pelaksanaan:
A.    Metode :
1.      Ceramah
2.      Tanya jawab
V.                Kegiatan Penyuluhan

Kegiatan
Penyuluhan
Audiance
Waktu


Pendahuluan dan Apresepsi

Salam Pembuka
Menyampaikan Tujuan Penyuluhan
Apresiasi

Menjawab Salam
Menyimak
Menjawab Pertanyaan


5 menit

Isi

Pengertian Ca Nasofaring
Penyebab dan factor risiko Ca Nasofaring
Penatalaksanaan Ca Nasofaring
Komplikasi dan prognose Ca Nasofaring
Memberi kesempatan kepada peserta untuk bertanya
Menjawab pertanyaan
Evaluasi

Mendengarkan penuh perhataian


Menanyakan hal-hal yang belum jelas
Mendiskusikan permasalahan
Memperhatikan  jawaban dari penceramah

20 menit

Penutup
Menyimpulkan
Salam penutup
Mendengarkan
Menjawab salam


5 menit


VI.             Media :
Leaflet

VII.          Evaluasi
A.    Formatif
Pasien mengetahui penatalaksanaan Ca Nasofaring
B.     Sumatif
1.      Klien dapat menyebutkan  pengertian Ca Nasofaring
2.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan factor risiko Ca Nasofaring
3.      Kien dapat menyebutkan penatalaksanaan Ca Nasofaring
4.      Klien dapat mengidentifikasi komplikasi dan prognose Ca Nasofaring




             Mengetahui,                                                         Yogyakarta,2 Desember 2012
             Pembimbing                                                                     Mahasiswa

                                                                                                       
(Veronika Diah Pujiastuti.,S.Kep.,Ns)                                          ( Valentina Rina Hernani )



D.    JURNAL
Sebuah kasus yang jarang dari kanker payudara metastasis
ke nasofaring dan sinus paranasal

Penulis:
Davey S; Baer S
Penulis Alamat:
Departemen THT, Kepala & Leher Bedah, Royal Sussex County Hospital (Brighton dan Sussex University Hospitals NHS Trust), Eastern Road, Brighton BN2 5BE, Inggris Raya.
Abstrak:

Pendahuluan:
Penyebaran metastatik dari tumor non-kepala dan leher ke wilayah sinonasal yang sangat langka. Kami menyajikan sebuah kasus metastasis kanker payudara ke ethmoid, nasofaring dan sinus sphenoid. Sampai saat ini hanya ada dua kasus serupa dalam literatur. Kami membahas diagnosis dan manajemen dari kasus tersebut dan mengusulkan bagaimana mereka dapat dipentaskan.

Presentasi
 Kasus:
Seorang wanita 75 tahun dengan riwayat medis masa lalu karsinoma payudara, disajikan secara klinis sebagai memiliki keganasan sinonasal primer. Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan lesi melibatkan spenoid dan sinus ethmoid, nasendoscopy mengungkapkan massa di nasofaring. Biopsi dari klinik menunjuk papilloma sinonasal terbalik, namun hal ini tidak sesuai dengan MRI atau gambaran klinis. Ulangi biopsi di bawah bimbingan gambar mengungkapkan lesi menjadi metastasis kanker payudara.


Diskusi:
Sebuah tinjauan literatur yang luas mengungkapkan beberapa kasus penyebaran ke wilayah sinonasal dari keganasan primer jauh. Ketika kasus tersebut yang muncul, sebagian besar dari tumor ginjal. Kanker payudara metastasis biasanya hadir dengan tanda-tanda dan gejala dari penyakit yang disebarkan, namun kasus kami merupakan metastasis terisolasi yang benar. Kami membahas pengelolaan kasus kami dan menyarankan penggunaan sistem tumor-node-metastasis (TNM), guna mengadakan kejadian terisolasi langka.

Kesimpulan:
Jika ditemukan lebih awal, manifestasi langka dapat dikelola oleh reseksi bedah primer. Metastasis ke wilayah tersebut mungkin lebih umum daripada yang diperkirakan sebelumnya. Sebuah indeks kecurigaan yang tinggi harus digunakan, terutama di mana ada riwayat medis masa lalu keganasan.

Database
: MEDLINE dengan Full Text



DAFTAR PUSTAKA:

1.  Doenges, Marilynn E,1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC

3.  Somantri,Irman,2009,Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan system pernafasan,Edisi 2,Jakarta, Salemba Medika

4.   R. Sjamsuhidajat &Wim de jong,1997, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC

5.  Smeltzer Suzanne C,2001 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC



0 komentar :

Posting Komentar

 

Blogger news

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Blogroll

Widget edited by super-bee

About