Read more: http://www.uzumaki-popey.com/2013/01/cara-membuat-blog-agar-tidak-bisa-di.html#ixzz2QmnmosON

Pages

Rabu, 27 Maret 2013

PERITONOTIS


PERITONITIS
I.      Definisi
        Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membrane yang melapisi rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang peritoneum melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ. Pembedahan dan atau luka tembus ke usus juga dapat menyebabkan tumpahnya isi usus ke dalam rongga perineum.
II.      Gambaran klinis
·         Nyeri, terutama diatas daerah yang meradang
·         Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan cairan ke dalam peritoneum.
·         Mual dan muntah
·         Abdomen yang kaku
·         Ileus paralitikus (paralisis saluran GI akibat respons neurogenik atau otot terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis
·         Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan hitung sel darah putih, dan takikardia.
III.      Etiologi
        Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga abdomen. Biasanya sebagai akibat inflamasi, infeksi, ischemia, trauma atau perforasi, tumor, terjadi proliferasi bacterial. Terjadinya edema jaringan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas (bergerak secara spontan) diikuti paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
IV.         Patofisiologi
        Peritoneum adalah selaput dinding perut yang melapisi permukaan dalam dinding rongga perut. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuknya diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaansekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tapi dapat menetap sehingga pita-pita fibrosa yang kelak dapat mengakibatkanobstruksi usus.
        Bila bahan yang menginfeksi tersebar luaspada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar dapat timbul peritonitis umum . dengan perkembangan peritonitis umum aktifitas peristaltic berkurang sampai timbul illeus paralitik; usus kemudian menjadi meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus mengakibatkan obstruksi usus. ( Patofisiologi, Price and Wilson 1995:402 ).
V.         Penatalaksanaan
a.       Pergantian cairan, koloid dan elektrolit
Hipovolemia terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan cairan dalam rongga vaskuler.
b.      Pemberian analgetik untuk mengatasi nyeri
c.       Pemberian antiemetic sebagai terapi untuk mual dan muntah
d.      Terapi oksigen dengan kanula atau masker.
Akan menungkatkan oksigenasi secara adekuat karena cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan distress pernafasan. Tetapi kadang terapi menyebabkan intubasi jalan nafas dan bantuan ventilasi diperlukan.
e.       Terapi antibiotika madif
Biasanya dimulai awal pengobatan peritonitis. Dosis besar dari antibiotic spectrum luas diberikan secara intravena sampai organism penyebab infeksi diinfeksi dan terapi antibiotic khusus yang tepat dapat dimulai.

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS
Pengkajian
1.      Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
Sirkulasi tanda : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi ( tanda syok ), edema jaringan.
2.      Elimunasi
Gejala : ketidakmampuan defekasi dan flatus diare ( kadang-kadang)
Tanda : cekukan, distansi abdomen, abdomen diam, penurunan haluaran, warna gelap, penurunan atau tidak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar (obstruksi), kekuatan abdomen nyeri tekanan. Hiperesonan/tympani (ileus), hilang secara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen).
3.      Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, haus.
Tanda : muntah proyektil, membrane mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
4.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum/local, menyebar ke bahu, terus-menerus oleh gerakan.
Tanda : distensi, kaku, nyeri tekan, otot tegang ( abdomen), lutut infeksi, perilaku distraksi, gelisah, focus pada diri sendiri.
5.      Pernafasan
Tanda : pernafasan dangkal takipnea
6.      Kenyamanan
Gejala : riwayat inflamasi organ pelvic (salpingitis), infeksi pasca melahirkan abses retroperitoneal.
7.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat adanya trauma penetrasi abdomen, contoh : luka tembak/tusuk atau trauma tumpul pada abdomen, perforasi kandung kemih/rupture, penyakit saluran GI,contohnya apendiksitis dengan perforasi, gangrene/rupturekandung empedu, perforasi karsinoma gasterperforasi gaster/ ulkus duodenal, obstruksi gangrenosa usus, perforasi divertikum, ileitis regional, hernia strongulasi.

 DIAGNOSA

NO
DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari ekstraseluler atau area peritoneal.
Dapat menunjukan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler meningkat dan berat badan dalam rentang normal.
1.   Observasi kulit/ membrane mukosa untuk kekeringan, turgor, catat edema perifer/sacral.
2.   Pertahankan masukan dan keluaran yang adekuat dan hubungan dengan berat badan harian.
3.   Ubah posisis dengan sering. Berikan perawatan kulit dengan sering, pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.
4.   Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/intestinal.
1.   Mengetahui hipovolemia terjadi atau tidak, perpindahan cairan dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan.
2.   Dapat menunjukan status hidrasi keseluruhan.
3.   Mencegah gangguan sirkulasi yang merusak kulit.
4.   Menurunkan hiperaktifitas usus dan kehilangan dari diare.
2.
Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen/peritoneal (distensi abdomen)
·       Laporan nyeri hilang atao terkontrol
·       Menunjukan pengguanaan keterampilan relaksasi, metode lain untuk meningkatkan kenyamanan.
1.   Kaji tingkat nyeri, catat lokasi, lama, intensitas, dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)
2.   Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi
3.   Berikan rasa nyaman, contoh : pijatan punggung, nafas dalam, latihan relaksasi.
4.   Berikan obat sesuai indikasi : analgtik, antiemetic, antipiretik.
1.      Mengetahui perubahan dalam lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukan terjadinya komplikasi.
2.      Memudahkan drainase cairan atau luka karena gravitasi dan membantumeminimalkan nyeri karena gerakan.
3.      Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan koping pasien.
4.      Menghilangkan nyeri
Menurunkan mual muntah
Menurunkan ketidaknyamanan karena demam.
3.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya  pertambahan primer ( kulit rusak, trauma jaringan, gangguan peristaltic)
·       Meningkatnya penyembuhan pada waktu, bebas drainase, purulen atauaritme, tidak demam.
·       Menyatakan pemahaman penyebab individu atau factor resiko.
1.   Kaji tanda vital dengan sering catat bila terjadi berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam takipnea.
2.   Catat warna kulit dan suhu.
3.   Pertahahkan teknik aseptic ketat pada perawatan drein abdomen, luka insisi terbuka dan sisi invasive bersihkan dengan betadin
4.   Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila diindikasikan.
1.      Mengetahui tanda syok septic kehilangancairan dari sirkulasi rendahnya status curah jantung.
2.      Mengetahui adanya tanda syok.
3.      Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organism infektif/kontaminasi silang.



 DOWNLOAD DISINI
ATAU
KLIK DISINI





ARDS


ARDS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN ARDS (ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

             I.KONSEP DASAR TEORI

A.    DEFINISI
ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein.
Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Brunner & Suddarth, 2001, hal : 615).
ARDS adalah bentuk khusus gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional. (Sylvia A. price. 2005. Hal: 835).
Dasar definisi yang dipakai consensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun 1994 terdiri dari :
1)      Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut.
2)      Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO/ FiO2  ) <200 mmHg-hipoksemia berat
3)      Radiografi dada; infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru.
4)      Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg, tanpa tanda klinis (rontgen, dan lain-lain) adanya hipertensi atrial kiri/ (tanpa adanya tanda gagal jantung kiri).
Bila PaO/ FIOantara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI). Konsensus  juga mensyaratkan terdpatnya factor resiko terjadinya ALI dan tidak adanya penyakit paru kronik yang bermakna.


B.     ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001, hal. 420-421)
Selain itu, adapun penyebab lain dari ARDS adalah :
·         Syok karena berbagai sebab ( terutama hemorragik,pancreatitis acut hemorragik, sepsis gram negative )
·         Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravascular diseminata (DIC ).
·         Pneumonia virus yang berat.
·         Trauma yang berat ( cedera kepala, cedera dada langsung, trauma pada berbagai organ dengan syok hemorragik, fraktur majemuk dimana emboli lemak terjadi berkaitan dengan fraktur femur )
·         Cedera aspirasi / inhalasi ( aspirasi isi lambung, hampir tenggelam, inhalasi asap, inhalasi gas iritan ).
·         Toksik O2 overdosis narkotika.
·         Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar.

C.    EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.

D.    TANDA DAN GEJALA
ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO­2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO­2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.

E.     STADIUM
1.            Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema interstitial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan pada sel alveolar tipe 1.
2.            Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru (static dan dinamik), hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosis interstitisial, dan peningkatan ruang rugi ventilasi.

F.     FAKTOR RESIKO
            Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :
1.            Aspirasi isi gaster
2.            Infeksi paru difus
3.            Kontusio paru
4.            Tenggelam
5.            Inhalasi toksik
Kerusakan injury tidak langsung :
1.            Sepsis
2.            Trauma nontoraks
3.            Transfusi produk darah berlebihan
4.            Pankreatitis
5.            Pintas Kardiopulmoner

G.    PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
ALI/ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel mikrovaskular. Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung. Kedua hal tersebut mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam 3 fase yang dapat dijumpai secara tumpang tindih : insiasi, amplifikasi, dan injury.
Pada fase insiasi, kondisi yang menjadi factor resiko akan menyebabkan sel-sel imun dan non imun melepaskan mediator-mediator dan modulator-medulator inflamasi di dalam paru dan ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel efektor seperti netrofil teraktivasi, tertarik ke dan tertahan di dalam paru. Di dalam rongga target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya. Fase ini disebut fase injury.
Kerusakan pada membrane alveolar- kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas membrane, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang alveolar. Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan terjadi kerusakan lebih jauh. Terdapat 3 fase kerusakan alveolus :
1)      Fase eksudatif : ditandai edema interstisial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe I dan denudasi/terlepasnya membrane basalis, pembengkakan sel endotel dengan pelebaran intercellular junction, terbentuknya membrane hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neutrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru
2)      Fase poliferatif paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai poliferasi sel epitel pneumosit tipe II
3)      Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.

H.    DIAGNOSIS KLINIS
Onset akut umumnya adalah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang menjadi factor resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada auskultasi ditemukan ronki basah.

I.       KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah.Melambatnya pernapasan dan penurunan PH arteri adalah indikasi akan datangnya kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru dan kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena stress (stress ulcers). Dapat timbul koaguiasi intravaskular diseminata akibat banyaknya jaringan yang rusak pada ARDS. (Elizabeth J. Cowin, 2001, hal. 422)

J.      PROGNOSIS
            Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :
§     Faktor risiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain-lain
§     Penyakit dasar
§     Adanya keganasan
§     Adanya atau timbulnya disfungsi organ multiple
§     Usia
§     Riwayat penggunaan alkohol
§     Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas, seperti rasio PaO/ FiOdalam 3-7 hari pertama
Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru dalam 3 bulan dan mencapai fungsi maksimum yang dapat dicapai pada bulan keenam setelah ekstubasi. 50% pasien tetap memiliki abnormalitas, termasuk gangguan restriksi dan penurunan kapasitas difusi. Juga tejadi penurunan kualitas hidup.

K.    PEMERIKSAAN DIGNOSTIK
Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri. Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang diberikan, karena difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya kapiler dan alveolus.

L.     PENATALAKSANAAN
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak pernah merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah. Apabila ARDS tetap timbul, maka pengobatannya adalah:
·         Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan cairan di paru berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung digunakan untuk mengurangi kemungkinan gagal jantung kanan.
·         Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
·         Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek merusak dari proses peradangan, walaupun efektifitasnya masih dipertanyakan.




            II.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1)      PENGKAJIAN
·         Lakukan pengkajian fisik anak
a.       Status penampilan kesehatan : lemah dan lesu
b.      Tingkat kesadaran kesehatan : komposmentis atau apatis
c.       Tanda-tanda vital :
-  Frekuensi nadi dan tekanan darah   : takikardi, hipertensi
- Frekuensi pernapasan : takipnea ( di awal kemudian apnea), retraksi substernal, krekels inspirasi, mengorok , pernapasan cuping hidung eksternal, sianosi, pernapasan sulit.
-  Suhu Tubuh : Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus.
d. Berat badan dan tinggi badan  : Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.
e. Integumen
     - Warna    : Pucat sampai sianosis
- Suhu      : Pada hipertermi kulit teraba panas setelah hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.
- Turgor    : Menurun pada dehidrasi
f. Kepala dan Mata
      - Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
      - Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata
- Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan warna
g. Thorax dan Paru-paru
-             Inspeksi     : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain: takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, pektus ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada burung), barrel chest.
-             Palpasi       : Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vocal fremitus pada daerah yang terkena.
-             Perkusi      : Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi udara) resonansi.
-             Auskultasi : Suara pernapasan yang meningkat intensitasnya :
·            Suara mengi (wheezing)
·            Suara pernapasan tambahan ronchi

·         Pemeriksaan Penunjang
a.       Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran di interstitisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
b.      ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori (Ph > 7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis metabolic dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme anaerob.
c.       Tes Fungsi Paru (Pulmonary Function Test) : Compliance paru dan volume paru menurun, terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area terjadinya vasokonstriksi dan mirkroemboli timbul.
d.      Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.




2)      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan:
v  Menurunnya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi)
v  Peningkatan jumlah/ kekentalan sekresi pulmonal
v  Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial)
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan  :
v  Alveolar Hipoventilasi
v  Penumpukan cairan di permukaan alveoli
v  Hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3.      Risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan :
v  Penggunaan diuretic
v  Perubahan bagian cairan (kompartemental)
4.  Ansietas/ ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan dengan :
v  Krisis situasi
v  Pengobatan
v  Perubahan status kesehatan
v  Ketakutan akan mati
v  Faktor fisiologis (efek hipoksemia)






3)      RENCANA TINDAKAN
Hari/Tgl
No. Dx
Rencana Perawatan
Ttd
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan jalan nafas menjadi efektif, dengan criteria hasil :
-      Px dapat mempertahan -
kan jalan nafas dengan bunyi napas yang jernih  dan ronchi (-)
-      Px bebas dari dispnea
-      Px dapat mengeluarkan secret tanpa kesulitan
-      Px dapat memperlihatkan tingkah laku mempertahanka jalan nafas
-      RR = 20 x/menit ; HR = 75 – 100 x/menit
1. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya



2. Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus

3.Catat karakteristik dari suara nafas







4. Catat
 karakteristik dari batuk







5. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
6. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi

7. Peningkatan oral intake jika memungkinkan
1. Penggunaan otot-otot interkostal /abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas
2. Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
3. Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas
4. Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
5. Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten


6. Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru
7. Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum


2
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan gangguan pertukaran gas tidak terjadi, dengan criteria hasil :
-      Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
-      Bebas dari gejala distress pernafasan
-      RR = 20 x/menit ; HR = 75 – 100 x/menit
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing










3. Kaji adanya cyanosis













4. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
5. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
1. Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
2. Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
3. Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
4. Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium


5. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
                                                                                           
3
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan tidak terjadinyaresiko tinggi defisit volume cairan, dengan criteria hasil :
- Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
- TD = 110/65 mmHg
RR = 20 x/menit ; HR = 75 – 100 x/menit
1. Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)


2. Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran mukosa dan karakter sputum





3. Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”




4. Timbang berat badan setiap hari


1.Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi menurun.
2. : Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral. Defisit cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, sekret kental.

3.Memberikan informasi tentang status cairan dan keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya defisit cairan.

4.Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body water


4
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan ansietas/ketakutan(spefisikkan) px dapat berkurang, dengan criteria hasil :
-Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
-Ketakutannya,dan rasa cemasnya mulai berkurang
 
1.Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan emosi.
2. Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi. Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu waktu istirahat
3. Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.




4.Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan
5. Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya


6. Membantu menerima situasi dan hal tersebut harus ditanggulanginya
7. Berikan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya











8.Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa cemas
1.Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan


2. Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan energi yang digunakan.




3.Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya
4. Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami
5. Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang teridentifikasi dan terekspresi.
6. Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa segalanya akan menjadi lebih baik.
7. Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan dapat mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahuinya. Penentraman hati yang palsu tidak menolong sebab tidak ada perawat maupun pasien tahu hasil akhir dari permasalahan itu
8. Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem pengontrolan terhadap kecemasannya


D. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.

E. EVALUASI
DX 1
·         Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
·         Pasien bebas dari dispneu
·         Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
·         Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
DX 2
·         Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
·         Bebas dari gejala distress pernafasan
DX 3
·         Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
DX 4
·         Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
·         Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai berkurang
·         Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya

DAFTAR PUSTAKA


Alsagaff, H. dan A. Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya: Airlangga University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd ed. Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta : EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi : 3. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

DOWNLOAD DISINI
ATAU
ASKEP ARDS.docx -

 

Blogger news

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Blogroll

Widget edited by super-bee

About