Read more: http://www.uzumaki-popey.com/2013/01/cara-membuat-blog-agar-tidak-bisa-di.html#ixzz2QmnmosON

Pages

Selasa, 16 April 2013

MALARIA

MALARIA

A.    PENGERTIAN
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000). Malaria adalah suatu infeksi sel darah merah oleh Plasmodium.
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk tertentu yaitu Anopheles. Malaria dapat menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat.

B.     ANATOMI FISIOLOGI
·         Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh.
·         Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
·         Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta.
·         Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
a.      Komposisi Darah Manusia
Terdiri dari dua komponen:
Korpuskuler adalah unsur padat darah yaitu sel-sel darah 4 Eritrosit, Lekosit, Trombosit.
1.      Eritrosit (Sel Darah Merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Berbentuk Bikonkaf, warna merah disebabkan oleh Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah untuk mengikat Oksigen. Kadar 1 Hb inilah yang dijadikan patokan dalain menentukan penyakit Anemia. Eritrosit berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa. Hemoglobin dirombak kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
2.      Leukosit (Sel Darah Putih)
·         Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah. Fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Maka
jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh.
·         Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya infeksi  misalnya radang paru-paru.
·         Leukopenia - Berkurangnya jumlah lekosit sampai di bawah 6000
sel/cc darah.
·         Leukositosis – Bertambahnya jumlah lekosit melebihi normal (di
atas 9000 sel/cc darah).
·         Fungsi fagosit sel darah tersebut terkadang harus mencapai benda asing/kuman jauh di luar pembuluh darah. Kemampuan lekosit untuk menembus dinding pembuluh darah (kapiler) untuk
mencapai daerah tertentu disebut Diapedesis. Gerakan leukosit mirip dengan amoeba Gerak Amuboid.
·         Jenis Leukosit
ü  Granulosit. Leukosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir-butir kasar (granula). Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan netrofil. Eosinofil mengandung granola berwama merah (Warna Eosin) disebut juga Asidofil. Berfungsi pada reaksi alergi (terutama infeksi cacing). Basofil mengandung granula berwarna biru (Warna Basa). Berfungsi pada reaksi alergi. Neutrofil (ada dua jenis sel yaitu Neutrofil Batang dan Netrofil Segmen). Disebut juga sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear). Berfungsi sebagai fagosit.
ü  Agranulosit. Leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Jenisnya adalah limfosit dan monosit. Limfosit (ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B). Keduanya berfungsi untuk menyelenggarakan imunitas (kekebalan) tubuh. Sel T4 imunitas seluler sel B4 imunitas humoral. Monosit merupakan leukosit dengan ukuran paling besar.

·         Trombosit (KEPING DARAH). Disebut pula sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000 – 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor).
·         Plasma Darah. Terdiri dari air dan protein darah Albumin, Globulin dan Fibrinogen. Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut Serum Darah. Protein dalam serum inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda asing (Antigen). Zat antibodi adalah senyawa Gama Globulin. Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam.
ü  Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen Presipitin.
ü  Antibodi yang dapat menguraikan antigen Lisin.
ü  Antibodi yang dapat menawarkan racun Antitoksin.



C.    ETIOLOGI
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu,
a.       Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b.      Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
c.       Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat).
d.      Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
Tetapi ada sumber lain mengatakan p.falciparum masa inkubasinya 10-13 hari, p.vivax dan ovale 12-16 hari dan p.malariae 27-37 hari.


D.    PATOFISIOLOGI
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
1.      Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak dihisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal. 409).
2.      Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakan skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.  

DAUR HIDUP PARASIT MALARIA



Manusia Hospes perantara

Nyamuk anopheles hospes definitif, Vektor
 


                                    Hati
                                                                        Sporozoit

Siklus seksual sporogoni
            (Hipnozoit) P.vivax dan P.ovale

Siklus : Praeritrosit Aseksual   Skizogoni hati
 


P.falciparum, P.ovale, P.malariae, P.vivax
Skizon                                 Skizon
           
 


Darah

Ookista
Merozoit

Mikrogametosis

Siklus : Eritrosit  Aseksual                        Skizogoni darah, gametogoni

Merozoit

Skizon

Trofozoit

Sporulasi

Makrogametosis

Makrogamet

Mikrogamet

Lambung nyamuk

Ookinet (zigot)
 














Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
1.      Penghancuran eritrosit. Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.
2.      Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
3.      Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam alam-alat dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.
E.     MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a.      Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan :
1)      Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2)      Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3)      Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

b.      Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
c.       Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).



d.      Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1)      Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2)      Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3)      Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal. 571).
F.     KLASIFIKASI
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
a.       Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).
b.      Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

c.       Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
d.      Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang sistem tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

G.    KOMPLIKASI
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
a.       Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
b.      Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl). Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah ke ginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
c.       Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
d.      Hipoglikemia

H.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukannya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
a)      Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
b)      Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
c)      Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
d)     Identifikasi spesies plasmodium
e)      Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

2.      QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
3.      Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap parasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
4.      Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

I.       PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi dibagi menjadi 4 kelompok :
1.      Kemoterapi spesifik untuk serangan , apakah infeksi baru : obat digunakan sebelum infeksi terjadi untuk mencegah timbulnya infeksi. Penyembuhan klinis semua jenis malaria dan penyembuhan radikal malaria falcifarum dan kuartana dapat dicapai dengan menggunakan regimen obat berikut :
·         Klorokuin fosfat atau hidroklorokuin sulfat 10 mg basa/kg secara oral, kemudian 5 mg basa/kg 6 jam kemudian, kemudian 5 mg basa/kg setiap hari selama 2 hari.
·         Kuinin sulfat 25 mg/kg/24 jam, oral, dan dalam dosis terbagi setiap 8 jam, selama 10-14 hari.
Walaupun pengobatan spesifik biasanya tidak boleh dilakukan sampai diagnosis telah ditegakkan, abanyak dokter yang berpengalaman, bila dihadapkan dengan anak yang bsakit berat atau koma dengan riwayat memberi kesan malaria atau pemajanan terhadap malaria, atas pertimbangan tersebut menganjurkan untuk memberi kuinin atau klorokuin secara parenteral sementara menunggu hasil pemeriksaan apusan darah.
·         Kuinin dehidroklorida diberikan secara intravena pada loading dose 20 mg gram/kg dalam 10mg/kg dekstrose 5 % selama 4 jam, disertai dengan 10 mg/kg selama  2-4  jam sampai terapi oral dimulai.
·         Klorokuin hidroklorida dapat diberikan secara intravena dengan tetesan lambat dalam jumlah 5 mg basa/kg dalam 10 mL/kg salin isotonis, diinfus selama masa 3 samapai 4 jam.
2.      Pengobatan pendukung dan menjemen komplikasi/ pengobatan supresif : penggunaan obat untuk mencegah timbulnya gejala klinis dan komplikasi. Kebutuhan metabolisme parasit dengan cepat mengosongkan cadangan glukosa, vitamin, dan koenzim juga hemoglobin. Vitamin B1 dapat diberikan dan bila fase akut telah lewat. Tranfusi packed red sell dapat bermanfaat pada anak dengan anemia berat yang disebabkan oleh infeksi yang lama. Pada stadium koma malaria serebral, disamping pengobatan malaria spesifik, dextran 75 mungkin berguna untuk mencegah pengendapan intravaskuler.
3.      Kemoterapi spesifik untuk mencegah relaps lambat infeksi vivax atau ovale. Disebut juga pengobatan kuratif ; obat digunakan untuk terapi infeksi yang sudah berlangsung dan terdiri dari pengobatan terhadap serangan akut dan pengobatan radikal. Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis harian 0,3 mg basa/kg; karena takut kemungkinan reaksi sampingan, beberapa ahli lebih suka tidak memberikan obat ini pada anak kurang dari umur 3 tahun, tetapi untuk mengobati serangan akut bersama klorokuin dan kemudian menempatkan penderita padaregimen kemoprofilaksis selama beberapa bulan.
4.      Kemoterapi spesifik untuk menghancurkan dan mensterilisasi gametosit dan dengan demikian melindungi komunitas jika nyamuk ada. Disebut juga pengobatan untuk mencegah transmisi/penularan. Gametosit dapat dihancurkan dengan dosis tunggal primakuin, 7,5 mg basauntuk anak umur 1-3 tahun, 15 mg untuk mereka yang berumur 4-6 tahun, 30 mg untuk mereka yang berumur 6-12 tahun, dan 45 mg untuk anak yang lebih tua ; perkembangannya yang lebih lanjut pada nyamuk dapat dihambat dengan dosis tunggal kloroguanid atau primetamin.
5 penggolongan obat malaria, berdasarkan suspetibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat antimalaria :
a.       Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium praeritrossitik dalam hati sehingga mencegah parasit masuk ke dalam eritrosit.
b.      Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksosritrositik.
c.       Skisontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis.
d.      Gametositosida yang mengahncurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit.
e.       Sporontosida yang dapat mencegah dan menghambat gametosit dalamdarah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk.

Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:
a.       Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari).
b.      Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c.       Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
J.      PENCEGAHAN
1.      Pencegahan perkembangbiakan nyamuk anopheles yaitu dengan insektisida sebelum sprozoit matang.
2.      Obat-obat kemoprofilaksis. Pada anak, pentingnya pemberian obat ini jika anak akan melakukan kunjungan pada daerah endemik malaria. Penggunaan secara teratur sebelum 2 minggu sebelum kunjungan dan berakhir 8 minggu sesudah meninggalkan daerah tersebut. Contoh-contoh obat :
·         Kloroguanid diminum setiap hari dalam jumlah 50 mg (pada anak sampai 2 tahun), 100 mg (2-6 tahun)
·         Primetamin diminum setiap minggu 6, 25 mg (sampai 2 tahun), 12,5 mg (2-6 tahun) atau 25 mg.
·         Klorokuin diminum setiap minggu dalam jumlah 37, 5 mg basa (sampai 1 tahun), 75 mg (1-2 tahun), 112, 5 mg (2-6 tahun) atauu 300 mg.
Jika terjadi resistensi P.falcifarum terhadap primetamin dan kloroguanid, maka dilakukan kombinasi potensiasi kloroguanid dengan dapson (setiap hari) dan primetamin dengan dapson (setiap minggu). Namun penggunaannya untuk periode yang lebih lama dari 6 bulan dihindari karena kemungkinan efek samping yang berkaitan dengan aktivasi antifolat. 
K.    PROGNOSIS
Prognosis malariae yang disebabkan oleh P.vivax biasanya baik dan tidak menyebabkan kematian. bila tidak diobati, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Tanpa pengobatan, infeksi P.malariae dapat berlangsung sangat lama dan relaps pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi pertama. Penyakit malaria oval bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.  Infeksi P.falciparum tanpa penyulit dapat berlangsung sampai satu tahun. Prognosis menjadi lebih buruk bila disertai penyulit. Tetapi dengan penanggulangan secara dini dan pengobatan yang memadai, penderita dapat ditolong.



















ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN MALARIA

A.    PENGKAJIAN
1.      Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2.      Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan
cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat
dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3.      Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
4.      Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa
otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
5.      Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
6.      Pernapasan
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
7.      Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol,
riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.


B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes, Moorhouse dan Geissler, 1999):
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat ; anorexia; mual/muntah. 
2.      Resiko tinggi terhadap infeksi (Resiko infeksi) berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasif
3.      Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek  langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
4.      Perubahan perfusi jaringan (kerusakan perfusi jaringan perifer) berhubungan dengan penurunan komponen seluler  yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrien dalam tubuh.
5.      Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan  berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

C.    PERENCANAAN
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah :
1.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat; anoreksia; mual/muntah .
Tindakan/ Intervensi :
1)      Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
2)      Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat.
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia.
3)      Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas intervensi nutrisi.  
4)      Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
5)      Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan. Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
6)      Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi.
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.

2.      Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tindakan/Intervensi :
1)      Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
2)      Amati adanya menggigil dan diaforosis.
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
3)      Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk memperbaiki selama masa terapi.
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
4)      Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum
5)      Dapatkan spisemen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria

3.      Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tindakan/ intervensi :
1)      Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
2)      Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3)      Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
4)      Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
5)      Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.

4.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh
Tindakan/ intervensi :
1)      Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
2)      Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah.
3)      Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer.
Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.
4)      Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
5)      Berikan cairan parenteral.
Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.

5.      Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
Tindakan/ intervensi:
1)      Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
2)      Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek samping dan ketaatan terhadap program.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi.
3)      Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang. Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
4)      Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal.
Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
5)      Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
6)      Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
7)      Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan.
Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.










DAFTAR PUSTAKA

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. edisi 15. EGC : Jakarta.
Pribadi, Wita dan Saleha Sungkar. 1994. Malaria. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
Corwin, Elizabeth.J.2009.Buku saku patofisiologis. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn.E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan-Pedoman untuk Perencanaan Asuhan Perawatan Pasien. EGC : Jakarta.




0 komentar :

Posting Komentar

 

Blogger news

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Blogroll

Widget edited by super-bee

About