Read more: http://www.uzumaki-popey.com/2013/01/cara-membuat-blog-agar-tidak-bisa-di.html#ixzz2QmnmosON

Pages

Senin, 29 April 2013

Menarik Diri (MD)


Menarik Diri

A.   Pendahuluan

Isolasi sosial adalah rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai oleh orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih suka menyendiri. Sedangkan menarik diri adalah menunjukkan tingkah laku dan sikap dari “isolasi” sebagai pembelaan psikologik (WF Maramis, 1997).
Penarikan diri (withdrawal) adalah suatu tindakan pelepasan diri baik dari perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). Penarikan diri sebagai pola tingkah laku (Direktorat Kesehatan jiwa, 1983).
Caplan dkk (1997) mengemukakan individu yang menarik diri dari lingkungan umumnya mempunyai gangguan konsep diri dan proses pikir.
Pada mulanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya pasien berasal dari lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kecemasan, dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain terutama dengan tokoh ibu. Dalam situasi lingkungan yang demikian, seorang anak tidak mungkin mempunyai penghayatan diri (self image) rasa percaya diri, menentukan identitas diri, mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain dan mempelajari cara berhubungan dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman (Direktorat Kesehatan Jiwa, 1983).

B. Gejala

1.Cara berpikir autistik, regresi.
2.  Tidak dapat mengendalikan tingkah laku, padahal seharusnya dapat dikoreksi dengan adanya pengaruh realitas.
3.  Tidak mampu membedakan simbol yang biasa digunakan oleh masyarakat dengan benda yang disimbolkan sendiri oleh psien.
(Direktorat Kesehatan Jiwa, 1983).

C. Pengkajian

Menurut Mc Farland & Mc Farlane, 1993 perlu ditegakkan sejarah sosial dimana perlindungan atau batas-batas antara identifikasi, kebisaan berhubungan dengan yang lain. Faktor fisiologi, psikologi dan sosial budaya adalah pencetus ketidakmampuan individu untuk berkembang dan memelihara hubungan dengan orang lain.
1.  Data subyektif : meliputi ekspresi perasaan sendiri, tidak ada keinginan untuk kontak dengan sesama, kehilangan orang yang dekat, memiliki tameng untuk berhubungan dengan orang lain, perubahan dalam rencana hidup dan support system yang adekuat.
2.  Data obyektif : berfokus pada pembatasan fisik, ketidakmampuan dan issue di masyarakat.

Penemuan karakteristik
1.    Data fisik atau ketrampilan mental atau perubahan status kesehatan.
2.    Kurang perhatian dan aktivitas untuk tahap pertumbuhan mental dan usia.
3.    Sedih atau apek dangkal.
4.    Tidak adanya support/ dukungan dari orang lain (keluarga, teman atau kelompok sosial).
5.    Menarik diri dan ketidakmampuan atau gangguan dalam komunikasi.
6.    Ketidakmampuan mengekspresikan atau kehilangan tujuan hidup.
7.    Tingkah laku sulit menerima orang lain.
8.    Tidak ada kontak mata.
9.    Menyendiri.
10.  Isolasi dalam tingkah laku pilihan.
11.  Ketidakmampuan mengekspresikan perasaan kesendirian dengan orang lain.
12.  Ekspresi menjadi “berbeda” dan ketidak mampuan untuk bertemu dengan yang lain.
13.  Gangguan dalam situasi sosial.

Berhubungan dengan faktor:
1.    Perubahan dalam kesehatan.
2.    Defisit sensori.
3.    Gangguan  mobilitas.
4.    Gangguan perkembangan .
5.    Perubahan fisik.
6.    Inadekuat atau kehilangan sumber diri.
7.    Ketergantungan kimiawi.
8.    Perhatian kurang.
9.    Pertukaran dalam status mental.
10.  Ketidakmampuan bersosialisasi.
11.  Gangguan komunikasi.
12.  Ketidakmampuan mengembangkan perasaan puas dalam hubungan sosial.
13.  Perceraian.
14.  Homoseksual.
15.  Kemiskinan.


D.  Diagnosa Keperawatan

Budi Ana Keliat (1998) mengemukakan untuk memudahkan penyusunan diagnosa keperawatan, maka disusun pohon masalah.
Defisit perawatan diri
 
 



 
 


                                                                     

                
 



Harga diri rendah kronis
 
              



Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa  menurut NANDA:
1.  Resiko tinggi kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2.  Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kurangnya stimulus lingkungan.
3.  Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan  gangguan konsep diri..
4.  Harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
5.  Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan persepsi atau kognitif.

Kerusakan Interaksi Sosial Berhubungan Dengan Gangguan Konsep Diri.
Definisi: ketidakcukupan atau kuantitas berlebih atau tidak efektifnya kualitas pertukaran sosial.
Batasan karakteristik:
1.  Mengemukakan secara verbal atau teramati ketidakmampuan untuk menerima atau mengkomunikasikan rasa kepedulian, perhatian, ketertarikan atau berbagi rasa secara memuaskan.
2.  Mengemukakan secara verbal atau teramati ketidaknyamanan dalam situasi sosial.
3.  Teramati ketidaksuksesan dalam perilaku interaksi sosial.
4.  Disfungsional interaksi dengan teman, keluarga, dan orang lain.
5.  Informasi dari keluarga: perubahan pola atau gaya berinteraksi.
Faktor yang berhubungan:
1.  Kurang pengetahuan atau ketrampilan tentang cara untuk meningkatkan kebersamaan.
2.  Isolasi terapeutik.
3.  Disonansi sosiokultural.
4.  Keterbatasan mobilitas fisik.
5.  Hambatan lingkungan.
6.  Hambatan dalam komunikasi.
7.  Gangguan proses pikir.
8.  Tidak adanya orang lain atau teman signifikan.
9.  Gangguan konsep diri.
Dengan kriteria hasil:
1. Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain.
2. Pasien berpartisipasi dalam aktifitas.
3. Mengidentifikasi tingkah laku problematik yang menghalangi sosialisasi.
4. Penggantian tingkah laku sosial:disruptif menjadi konstruktif.
5. Keluarga akan menggambarkan strategi untuk mendukung sosialisasi yang efektif.
F.  Implementasi
Intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan NIC:
1.  Modifikasi perilaku: ketrampilan sosial.
Definisi: bantu pasien untuk mengembangkan atau meningkatkan ketrampilan sosial interpersonal.
Aktifitas:
-     Bantu pasien mengidentifikasi masalah dari kurangnya ketrampilan sosial.
-     Dukung pasien untuk memverbalisasikan perasaannya berkaitan dengan masalah interpersonal.
-     Bantu pasien mengidentifikasi hasil yang diinginkan dalam hubungan interpersonal atau situasi yang problematik.
-     Bantu pasien mengidentifikasi kemungkinan tindakan dan konsekuensi dari hubungan interpersonal/ sosialnya.
-     Identifikasi ketrampilan sosial yang spesifik yang akan menjadi fokus training.
-     Bantu pasien mengidentifikasi step tingkah laku untuk mencapai ketrampilan sosial.
-     Sediakan model yang menunjukkan step tingkah laku dalam konteks situasi yang berarti bagi pasien.
-     Bantu pasien bermain peran dalam step tingkah laku.
-     Sediakan umpan balik (penghargaan atau reward) bagi pasien jika pasien mampu menunjukkan ketrampilan sosial yang ditargetkan.
-     Didik orang lain yang signifikan bagi pasien (keluarga, grup, pimpinan) dengan cara yang tepat mengenai tujuan dan proses training ketrampilan sosial.
-     Libatkan orang lain yang signifikan bagi pasien dalam session trai ning ketrampilan sosial (bermain peran) dengan pasien, dengan cara yang tepat.
-     Sediakan umpan balik untuk pasien dan orang lain yang signifikan tentang ketepatan dari respon sosial dalam situasi training.
-     Dukung pasien dan orang lain yang signifikan untuk mengevaluasi hasil dari interaksi sosial, memberikan reward pada diri sendiri untuk hasil yang positif dan penyelesaian masalah yang hasilnya masih kurang dari yang diharapkan.
-     Diskusikan tanggung jawab pasien untuk hubungan 1-1 perawat klien.
-     Siapkan terminasi dengan cara yang tepat.
-     Sampaikan pengakuan dan penyelesaian selama hubungan.
-     Fasilitasi usaha pasien untuk melakukan review pengalaman hubungan terapeutik.
-     Dukung pasien untuk berinteraksi dengan yang lain dengan menggunakan perilaku yang positif.
3.   Peningkatan sosialisasi.
Definisi: memfasilitasi kemampuan untuk berinteraksi dengan yang lain.
Aktifitas:
-     Dukung pengembangan keterlibatan dalam hubungan yang telah terbina. Misal sikap ramah, murah senyum, sopan, menghormati, perkataan misalnya: “bagaimana perasaanmu hari ini?”
-     Mengajak berbicara hal-hal yang sederhana.
-     Meningkatkan kesabaran dalam mengembangkan hubungan. Misalnya saat pasien menolak minum obat, perawat tetap sabar.
-     Meningkatkan hubungan dengan orang yang mempunyai ketertarikan dan tujuan yang sama. Misal perawat mengenalkan pasien dengan pasien lain yang mempunyai tujuan yang sama untuk sembuh sehingga pasien lebih bersemangat untuk sembuh.
-     Dukung aktifitas sosial dan komunitas. Misal ada kunjungan pada pasien perawat mengijinkan asal masih wajar, jaga ketenangan di rumah sakit, selama kunjungan itu mempunyai efek terapeutik pada pasien.
-     Dukung pasien untuk membagi masalah yang dimiliki dengan orang lain. Misal meminta pasien untuk menceritakan apa yang dirasakan dan penyebab terjadi perasaannya itu.
-     Dukung kejujuran dalam hal menunjukkan jati diri pasien pada orang lain. Misal meminta pasien berterus terang tentang dirinya kepada orang lain apabila tidak menyebabkan pasien merasa malu, dan meminta pasien berterus terang pada perawat untuk membantu perawat memahami masalah pasien.
-     Dukung ketertarikan baru secara menyeluruh. Misal mengenalkan pasien pada aktifitas baru dan memfasilitasi jika pasien merasa tertarik.
-     Dukung menghormati hak orang lain. Misal perawat menyampaikan bahwa dia juga mempunyai tugas merawat pasien lain sehingga pasien menyadari bahwa hubungan yang terjalin adalah hubungan profesional.
-     Mengijinkan pengetesan dari batasan hubungan, misal perawat menjelaskan batasan dari hubungan profesional perawat pasien.
-     Memberikan umpan balik tentang kemajuan dalam perawatan mengenai penampilan personal atau aktifitas lain.
-     Bantu pasien meningkatkan kesadaran mengenai kekuatan dan batasan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Misal bantu pasien mehami kekuatannya dalam berkomunikasi dan batasan-batasan yang dapat diterima dalam berkomunikasi dengan orang lain.
-     Gunakan bermain peran untuk mempraktekkan peningkatan ketrampilan dan teknik komunikasi.misal perawat memberi contoh cara dan teknik komunikasi dan memberi kesempatan pasien mempraktekkan dalam situasi yang aman (misal drama).
-     Sediakan model peran yang mengekspresikan marah dengan cara yang tepat. Misal perawat memberi contoh cara menyalurkan marah dengan tepat misal dengan teknik konfrontasi.
-     Konfrontasi mengenai kerusakan penilaian oleh pasien dengan cara yang tepat. Misal pasien mengira orang lain yang pendiam dianggap mengacuhkan dirinya, maka perawat mengkonfrontasi penilaian tersebut sehingga pasien mempunyai alternatif penilain yang diharapkan tidak membuat pasien tidak nyaman dengan adanya kerusakan penilaian tersebut.
-     Meminta dan mengharapkan komunikasi nonverbal. Misal dengan perkataan, “apabila anda mau berbincang-bincang dengan saya mungkin kita akan menemukan masalah yang mengganggu pikiran anda”.
-     Berikan umpan balik positif pada saat pasien mampu memahami hal lain.
-     Dukung pasien untuk merubah lingkungan, misal dengan jalan-jalan.
-     Memfasilitasi masukan dari pasien dan perencanaan dan aktifitas di masa depan. Misal, “menurut anda, aktifitas apa yang akan anda lakukan ke depan”.
-     Dukung rencana grup kecil untuk aktifitas spesial. Misal rekreasi, diskusi bersama.
4.   Peningkatan sistem dukungan.
Definisi: memfasilitasi dukungan dari pasien oleh keluarga, teman dan komunitas.
Aktifitas:
-     Mengkaji respon psikologi terhadap situasi dan ketersediaan sistem dukungan.
-     Menentukan keadekuatan dari jaringan sosial yang ada.
-     Mengidentifikasi tingkat dukungan keluarga.
-     Menentukan sistem dukungan yang saat ini digunakan.
-     Menentukan tahanan untuk menggunakan sistem dukungan.
-     Monitor situasi keluarga saat ini.
-     Dukung pasien untukberpartisipasi dalam aktifitas sosial dan komunitas.
-     Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai ketertarikan dan tujuan yang sama.
-     Rujuk pada self help grup jika tepat.
-     Mengkaji sumber komunitas yang adekuat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.
-     Rujukm pada program promosi. Pencegahan/ penanganan/ rehabilitasi di komunitas dengan cara yang tepat.
-     Sediakan pelayanan dengan perilaku caring dan suportif.
-     Libatkan keluarga/ SO/ teman dalam perawatan dan perencanaan.

Daftar Rujukan
Keliat ,Budi Ana; Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1998
Caplan ,Harrold I;  Sadock Benjamin J; Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya Medika, Jakarta, 1998
NANDA; Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2001-2002; the North American Nursing Diagnosis Association; Philadelphia; USA; 2001
Nurjannah, Intansari; Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa: Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien; Mocomedia; Yogyakarta; 2004
WF. Maramis, Catatan Ilmu Kesehatan Jiwa, Airlangga University Press, Ssurabaya, 1998
Mc Farland, Getrude K., Mc Farlane ,A. Elisabet, Nursing Diagnosis and Intervention ( Planning For Patients Care ) second edition, Mosbysear book Inc, St Louis, Missouri, 1993



0 komentar :

Posting Komentar

 

Blogger news

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Blogroll

Widget edited by super-bee

About