MALARIA
A. PENGERTIAN
Malaria
adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa
genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer,
2001, hal 406).
Malaria
adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa
spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk
(Corwin, 2000, hal 125).
Malaria
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria
adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja,
2000). Malaria
adalah suatu infeksi sel darah merah oleh Plasmodium.
Malaria
adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk tertentu yaitu Anopheles. Malaria
dapat menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan
hewan pengerat.
B. ANATOMI FISIOLOGI
·
Darah manusia adalah cairan jaringan
tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel
di seluruh tubuh.
·
Darah juga menyuplai jaringan tubuh
dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
·
Darah manusia berwarna merah, antara
merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen.
Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan
(respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan
tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran
darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan
disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk
melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui
pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena
pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh
darah aorta.
·
Darah mengedarkan oksigen ke seluruh
tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian
kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava
inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan
bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai
air seni.
a.
Komposisi
Darah Manusia
Terdiri dari dua komponen:
Korpuskuler adalah unsur padat darah
yaitu sel-sel darah 4 Eritrosit, Lekosit, Trombosit.
1.
Eritrosit
(Sel Darah Merah)
Merupakan
bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc
darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Berbentuk Bikonkaf, warna
merah disebabkan oleh Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah untuk mengikat Oksigen.
Kadar 1 Hb inilah yang dijadikan patokan dalain menentukan penyakit Anemia. Eritrosit
berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa. Hemoglobin
dirombak kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
2.
Leukosit
(Sel Darah Putih)
·
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara
6000 – 9000 sel/cc darah. Fungsi utama dari sel tersebut adalah untuk Fagosit
(pemakan) bibit penyakit/ benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Maka
jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh.
jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh.
·
Peningkatan jumlah leukosit merupakan
petunjuk adanya infeksi misalnya radang
paru-paru.
·
Leukopenia - Berkurangnya jumlah lekosit
sampai di bawah 6000
sel/cc darah.
sel/cc darah.
·
Leukositosis – Bertambahnya jumlah
lekosit melebihi normal (di
atas 9000 sel/cc darah).
atas 9000 sel/cc darah).
·
Fungsi fagosit sel darah tersebut
terkadang harus mencapai benda asing/kuman jauh di luar pembuluh darah. Kemampuan
lekosit untuk menembus dinding pembuluh darah (kapiler) untuk
mencapai daerah tertentu disebut Diapedesis. Gerakan leukosit mirip dengan amoeba Gerak Amuboid.
mencapai daerah tertentu disebut Diapedesis. Gerakan leukosit mirip dengan amoeba Gerak Amuboid.
·
Jenis Leukosit
ü Granulosit.
Leukosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir-butir kasar (granula). Jenisnya
adalah eosinofil, basofil dan netrofil. Eosinofil mengandung granola berwama merah
(Warna Eosin) disebut juga Asidofil. Berfungsi pada reaksi alergi (terutama
infeksi cacing). Basofil mengandung granula berwarna biru (Warna Basa). Berfungsi
pada reaksi alergi. Neutrofil (ada dua jenis sel yaitu Neutrofil Batang dan
Netrofil Segmen). Disebut juga sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear).
Berfungsi sebagai fagosit.
ü Agranulosit. Leukosit
yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Jenisnya adalah limfosit dan
monosit. Limfosit (ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B). Keduanya berfungsi
untuk menyelenggarakan imunitas (kekebalan) tubuh. Sel T4 imunitas seluler sel
B4 imunitas humoral. Monosit merupakan leukosit dengan ukuran paling besar.
·
Trombosit
(KEPING DARAH). Disebut pula sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa
sekitar 200.000 – 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali
faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic
Factor).
·
Plasma
Darah. Terdiri dari air dan protein darah Albumin, Globulin
dan Fibrinogen. Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut Serum
Darah. Protein dalam serum inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap
adanya benda asing (Antigen). Zat antibodi adalah senyawa Gama Globulin. Tiap
antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam.
ü Antibodi
yang dapat menggumpalkan antigen Presipitin.
ü Antibodi
yang dapat menguraikan antigen Lisin.
ü Antibodi
yang dapat menawarkan racun Antitoksin.
C. ETIOLOGI
Menurut
Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi
yaitu,
a. Plasmodium
vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/
vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium
falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup
ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/
falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
c. Plasmodium
malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam
tiap hari empat).
d. Plasmodium
ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di
Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh
spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi
tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi
Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae
12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
Tetapi ada sumber lain mengatakan
p.falciparum masa inkubasinya 10-13 hari, p.vivax dan ovale 12-16 hari dan
p.malariae 27-37 hari.
D. PATOFISIOLOGI
Daur
hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
1. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia
(Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus,
sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk
seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak
dihisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding
lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil
yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid
dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi
trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian
merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai
ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa
tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes
sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal. 409).
2. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi
bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan
ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk
selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit
tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakan skizon)
6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di
dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah.
Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah
mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml
darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati.
Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan
diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin
yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki
sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki
jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut
“ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah
dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap
saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di
sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar
semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di
tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
DAUR
HIDUP PARASIT MALARIA
Manusia
Hospes perantara
|
Nyamuk anopheles hospes definitif,
Vektor
|
Hati
Siklus seksual sporogoni
|
Siklus
: Praeritrosit Aseksual Skizogoni
hati
|
P.falciparum, P.ovale, P.malariae,
P.vivax
|
Darah
|
Ookista
|
Mikrogametosis
|
Siklus
: Eritrosit Aseksual Skizogoni darah,
gametogoni
|
Merozoit
|
Skizon
|
Trofozoit
|
Sporulasi
|
Makrogametosis
|
Makrogamet
|
Mikrogamet
|
Lambung
nyamuk
|
Ookinet (zigot)
|
Patofisiologi malaria
adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
1.
Penghancuran eritrosit.
Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung
parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan
yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia
jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi
hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.
2.
Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam
perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit
malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri
dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin ,
ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF
dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom
penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress
syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat
juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan
perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler.
Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut
berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan
beratnya penyakit.
3.
Sekuestrasi eritrosit yang
terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum
stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya.
Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi
malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium
falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga
skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer.
Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk
gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam alam-alat dalam.
Protein
dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan
menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas
dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada
tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk
sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang di temukan pada
klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai
berikut :
a.
Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan
saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P.
Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari
ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan
periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa
serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu
terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit
kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung
dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini
berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2)
Periode
panas.
Muka merah, kulit panas
dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 400C atau
lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah,
dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi
kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3)
Periode
berkeringat.
Penderita berkeringat
mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun,
penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa
sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
b.
Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa
yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam
dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat
bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa
infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus
costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan
gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien
akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
c.
Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies
penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan
oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. Eritrosit normal tidak dapat hidup
lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
d.
Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada
kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah
produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus
hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian)
sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel
darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin
yang di hasilkan
2) Ikterus
hepatoseluler
Penurunan
penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit
dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus
Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu
keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif
(Corwin, 2000, hal. 571).
F. KLASIFIKASI
Menurut
Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya
antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria
tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi
komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk
eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/cincin
kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya
spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium
Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium
Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit
menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler
dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali
lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria
Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).
b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium
Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil
dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula
coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita.
Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti
kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax
tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri
demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan
punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang
terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap
ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria,
hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale)
bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit
dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk
identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya
oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling
ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16
hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan
jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam
hari.
d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit
normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan
maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit
ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval
hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala
malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan
mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.
Dari semua jenis malaria dan jenis
plasmodium yang menyerang sistem tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang
paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,
parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.
G. KOMPLIKASI
Menurut
Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi
pada penyakit malaria adalah :
a. Malaria
otak
Malaria otak merupakan penyulit yang
menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria
lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan.
Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf
dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
b. Anemia
berat
Komplikasi ini ditandai dengan
menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl). Seringkali penyulit
ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga
disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah ke ginjal, yang dikarenakan
sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
c. Edema
paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada
wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan
komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh
kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
d. Hipoglikemia
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit
pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji
imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai
pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau
ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat
dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukannya
parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali
yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk
itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan
syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi
(sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
a) Waktu
pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini
jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur
sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
b) Volume
yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan
volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk
sedian tipis.
c) Kualitas
perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
d) Identifikasi
spesies plasmodium
e) Identifikasi
morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya
digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
2. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu
adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan
mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik
pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang
dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies
plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
3. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik
untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap parasit plasmodium maupun antigen
spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus
dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim
immunoassay.
4. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk
mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes
ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria
untuk mendapatkan ekstrak DNA.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi
dibagi menjadi 4 kelompok :
1.
Kemoterapi spesifik untuk serangan , apakah infeksi baru :
obat digunakan sebelum infeksi terjadi untuk mencegah timbulnya infeksi.
Penyembuhan klinis semua jenis malaria dan penyembuhan radikal malaria
falcifarum dan kuartana dapat dicapai dengan menggunakan regimen obat berikut :
·
Klorokuin fosfat atau hidroklorokuin sulfat 10 mg basa/kg
secara oral, kemudian 5 mg basa/kg 6 jam kemudian, kemudian 5 mg basa/kg setiap
hari selama 2 hari.
·
Kuinin sulfat 25 mg/kg/24 jam, oral, dan dalam dosis terbagi
setiap 8 jam, selama 10-14 hari.
Walaupun
pengobatan spesifik biasanya tidak boleh dilakukan sampai diagnosis telah
ditegakkan, abanyak dokter yang berpengalaman, bila dihadapkan dengan anak yang
bsakit berat atau koma dengan riwayat memberi kesan malaria atau pemajanan
terhadap malaria, atas pertimbangan tersebut menganjurkan untuk memberi kuinin
atau klorokuin secara parenteral sementara menunggu hasil pemeriksaan apusan
darah.
·
Kuinin dehidroklorida diberikan secara intravena pada
loading dose 20 mg gram/kg dalam 10mg/kg dekstrose 5 % selama 4 jam, disertai
dengan 10 mg/kg selama 2-4 jam sampai terapi oral dimulai.
·
Klorokuin hidroklorida dapat diberikan secara intravena dengan
tetesan lambat dalam jumlah 5 mg basa/kg dalam 10 mL/kg salin isotonis, diinfus
selama masa 3 samapai 4 jam.
2.
Pengobatan pendukung dan menjemen komplikasi/ pengobatan
supresif : penggunaan obat untuk mencegah timbulnya gejala klinis dan
komplikasi. Kebutuhan metabolisme parasit dengan cepat mengosongkan cadangan
glukosa, vitamin, dan koenzim juga hemoglobin. Vitamin B1 dapat diberikan dan
bila fase akut telah lewat. Tranfusi packed red sell dapat bermanfaat pada anak
dengan anemia berat yang disebabkan oleh infeksi yang lama. Pada stadium koma
malaria serebral, disamping pengobatan malaria spesifik, dextran 75 mungkin
berguna untuk mencegah pengendapan intravaskuler.
3.
Kemoterapi spesifik untuk mencegah relaps lambat infeksi
vivax atau ovale. Disebut juga pengobatan kuratif ; obat digunakan untuk terapi
infeksi yang sudah berlangsung dan terdiri dari pengobatan terhadap serangan
akut dan pengobatan radikal. Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis
harian 0,3 mg basa/kg; karena takut kemungkinan reaksi sampingan, beberapa ahli
lebih suka tidak memberikan obat ini pada anak kurang dari umur 3 tahun, tetapi
untuk mengobati serangan akut bersama klorokuin dan kemudian menempatkan
penderita padaregimen kemoprofilaksis selama beberapa bulan.
4.
Kemoterapi spesifik untuk menghancurkan dan mensterilisasi
gametosit dan dengan demikian melindungi komunitas jika nyamuk ada. Disebut
juga pengobatan untuk mencegah transmisi/penularan. Gametosit dapat dihancurkan
dengan dosis tunggal primakuin, 7,5 mg basauntuk anak umur 1-3 tahun, 15 mg
untuk mereka yang berumur 4-6 tahun, 30 mg untuk mereka yang berumur 6-12
tahun, dan 45 mg untuk anak yang lebih tua ; perkembangannya yang lebih lanjut
pada nyamuk dapat dihambat dengan dosis tunggal kloroguanid atau primetamin.
5
penggolongan obat malaria, berdasarkan suspetibilitas berbagai macam stadium
parasit malaria terhadap obat antimalaria :
a. Skizontisida
jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium praeritrossitik dalam hati
sehingga mencegah parasit masuk ke dalam eritrosit.
b. Skizontisida
jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksosritrositik.
c. Skisontisida
darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang berhubungan dengan
penyakit akut disertai gejala klinis.
d. Gametositosida
yang mengahncurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit.
e. Sporontosida
yang dapat mencegah dan menghambat gametosit dalamdarah untuk membentuk ookista
dan sporozoit dalam nyamuk.
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus
malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay &
Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:
a. Malaria
Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin
namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau
kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian
primaquin 15 mg /hari selama 14 hari).
b. Malaria
Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari
pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari
masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin
(dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd
600 mg selama 3 hari).
c. Malaria
Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan
pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x
650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama
7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
J. PENCEGAHAN
1. Pencegahan
perkembangbiakan nyamuk anopheles yaitu dengan insektisida sebelum sprozoit
matang.
2. Obat-obat
kemoprofilaksis. Pada anak, pentingnya pemberian obat ini jika anak akan
melakukan kunjungan pada daerah endemik malaria. Penggunaan secara teratur
sebelum 2 minggu sebelum kunjungan dan berakhir 8 minggu sesudah meninggalkan
daerah tersebut. Contoh-contoh obat :
·
Kloroguanid diminum setiap hari dalam
jumlah 50 mg (pada anak sampai 2 tahun), 100 mg (2-6 tahun)
·
Primetamin diminum setiap minggu 6, 25
mg (sampai 2 tahun), 12,5 mg (2-6 tahun) atau 25 mg.
·
Klorokuin diminum setiap minggu dalam
jumlah 37, 5 mg basa (sampai 1 tahun), 75 mg (1-2 tahun), 112, 5 mg (2-6 tahun)
atauu 300 mg.
Jika
terjadi resistensi P.falcifarum terhadap primetamin dan kloroguanid, maka
dilakukan kombinasi potensiasi kloroguanid dengan dapson (setiap hari) dan
primetamin dengan dapson (setiap minggu). Namun penggunaannya untuk periode
yang lebih lama dari 6 bulan dihindari karena kemungkinan efek samping yang
berkaitan dengan aktivasi antifolat.
K.
PROGNOSIS
Prognosis
malariae yang disebabkan oleh P.vivax biasanya baik dan tidak menyebabkan kematian.
bila tidak diobati, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih.
Tanpa pengobatan, infeksi P.malariae dapat berlangsung sangat lama dan relaps
pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi pertama. Penyakit malaria oval
bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Infeksi P.falciparum tanpa penyulit dapat
berlangsung sampai satu tahun. Prognosis menjadi lebih buruk bila disertai
penyulit. Tetapi dengan penanggulangan secara dini dan pengobatan yang memadai,
penderita dapat ditolong.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN
MALARIA
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan
cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena
vasodilatasi. Pucat
dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa
otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
5. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
6. Pernapasan
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
7. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan
alkohol,
riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka
traumatik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan gejala yang
timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes, Moorhouse dan Geissler,
1999):
1.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
asupan makanan yang tidak adekuat ; anorexia; mual/muntah.
2.
Resiko tinggi terhadap infeksi (Resiko infeksi)
berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasif
3.
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme,
dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman
pada hipotalamus.
4.
Perubahan perfusi jaringan (kerusakan perfusi jaringan
perifer) berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan
nutrien dalam tubuh.
5.
Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan
kognitif.
C. PERENCANAAN
Rencana keperawatan malaria
berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah :
1.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat; anoreksia; mual/muntah .
Tindakan/ Intervensi :
1)
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional : mengawasi
masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
2)
Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang
tepat.
Rasional : Dilatasi
gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode
anoreksia.
3)
Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara
teratur.
Rasional : Mengawasi
penurunan berat badan atau efektifitas intervensi nutrisi.
4)
Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet
murni.
Rasional : Dapat
meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
5)
Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala
lain yang berhubungan. Rasional :
Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
6)
Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi.
Rasional : Perlu
bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem
tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tindakan/Intervensi :
1)
Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek
endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang
merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
2)
Amati adanya menggigil dan diaforosis.
Rasional : Menggigil sering kali mendahului
memuncaknya suhu pada infeksi umum.
3)
Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan
untuk memperbaiki selama masa terapi.
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan
terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
4)
Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan
imunitas sementara untuk infeksi umum
5)
Dapatkan spisemen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab
jenis infeksi malaria
3.
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme
dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tindakan/ intervensi :
1)
Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan
menggigil.
Rasional :
Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan
diagnosis.
2)
Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu
ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
3)
Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan
alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
4)
Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
5)
Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan
untuk mengurangi demam dengan hipertermi.
4.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan
nutrient dalam tubuh
Tindakan/ intervensi :
1)
Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas
perawatan.
Rasional : Menurunkan
beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari
perfusi jaringan.
2)
Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat
perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi
akan berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah.
3)
Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer.
Rasional : Pada awal
nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat
karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi
perifer.
4)
Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas.
Perhatikan dispnea berat. Rasional :
Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari
kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi
insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
5)
Berikan cairan parenteral.
Rasional : Untuk
mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk
mendukung volume sirkulasi.
5.
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat
kesalahasn interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
Tindakan/ intervensi:
1)
Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional :
Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
2)
Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan,
interaksi obat, efek samping dan ketaatan terhadap program.
Rasional :
Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan
mengurangi kambuhnya komplikasi.
3)
Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang
tepat dan seimbang. Rasional : Perlu
untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
4)
Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal.
Rasional : Mencegah
pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
5)
Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan
lingkungan.
Rasional : Membantu
mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang
ada.
6)
Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan
evaluasi medis.
Rasional :
Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
7)
Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai
kebutuhan.
Rasional : Pengguaan
terhadap pencegahan terhadap infeksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak.
Volume 2. edisi 15. EGC : Jakarta.
Pribadi, Wita dan Saleha Sungkar.
1994. Malaria. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
Corwin, Elizabeth.J.2009.Buku saku patofisiologis.
EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn.E.1999. Rencana Asuhan
Keperawatan-Pedoman untuk Perencanaan Asuhan Perawatan Pasien. EGC : Jakarta.
0 komentar :
Posting Komentar