Menarik Diri
A.
Pendahuluan
Isolasi sosial adalah
rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak,
tidak disukai oleh orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang
lain, lebih suka menyendiri. Sedangkan menarik diri adalah menunjukkan tingkah
laku dan sikap dari “isolasi” sebagai pembelaan psikologik (WF Maramis, 1997).
Penarikan diri (withdrawal) adalah suatu tindakan pelepasan diri baik dari
perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).
Penarikan diri sebagai pola tingkah laku (Direktorat Kesehatan jiwa, 1983).
Caplan dkk (1997) mengemukakan individu yang menarik diri dari lingkungan
umumnya mempunyai gangguan konsep diri dan proses pikir.
Pada mulanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi
sehingga tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya pasien
berasal dari lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kecemasan,
dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang
positif dengan orang lain terutama dengan tokoh ibu. Dalam situasi lingkungan
yang demikian, seorang anak tidak mungkin mempunyai penghayatan diri (self
image) rasa percaya diri, menentukan identitas diri, mengembangkan kepercayaan
dalam berhubungan dengan orang lain dan mempelajari cara berhubungan dengan
orang lain yang menimbulkan rasa aman (Direktorat Kesehatan Jiwa, 1983).
B.
Gejala
1.Cara berpikir autistik, regresi.
2. Tidak dapat mengendalikan tingkah laku, padahal
seharusnya dapat dikoreksi dengan adanya pengaruh realitas.
3. Tidak mampu membedakan simbol yang biasa digunakan oleh
masyarakat dengan benda yang disimbolkan sendiri oleh psien.
(Direktorat
Kesehatan Jiwa, 1983).
C.
Pengkajian
Menurut Mc Farland & Mc Farlane, 1993 perlu ditegakkan sejarah sosial
dimana perlindungan atau batas-batas antara identifikasi, kebisaan berhubungan
dengan yang lain. Faktor fisiologi, psikologi dan sosial budaya adalah pencetus
ketidakmampuan individu untuk berkembang dan memelihara hubungan dengan orang
lain.
1. Data subyektif : meliputi ekspresi perasaan sendiri,
tidak ada keinginan untuk kontak dengan sesama, kehilangan orang yang dekat,
memiliki tameng untuk berhubungan dengan orang lain, perubahan dalam rencana
hidup dan support system yang adekuat.
2. Data obyektif : berfokus pada pembatasan fisik,
ketidakmampuan dan issue di masyarakat.
Penemuan karakteristik
1. Data fisik atau ketrampilan mental atau perubahan status
kesehatan.
2. Kurang perhatian dan aktivitas untuk tahap pertumbuhan
mental dan usia.
3. Sedih atau apek dangkal.
4. Tidak adanya support/ dukungan dari orang lain (keluarga,
teman atau kelompok sosial).
5. Menarik diri dan ketidakmampuan atau gangguan dalam
komunikasi.
6. Ketidakmampuan mengekspresikan atau kehilangan tujuan
hidup.
7. Tingkah laku sulit menerima orang lain.
8. Tidak ada kontak mata.
9. Menyendiri.
10. Isolasi dalam tingkah laku pilihan.
11. Ketidakmampuan mengekspresikan perasaan kesendirian
dengan orang lain.
12. Ekspresi menjadi “berbeda” dan ketidak mampuan untuk
bertemu dengan yang lain.
13. Gangguan dalam situasi sosial.
Berhubungan dengan faktor:
1. Perubahan dalam kesehatan.
2. Defisit sensori.
3. Gangguan mobilitas.
4. Gangguan perkembangan .
5. Perubahan fisik.
6. Inadekuat atau kehilangan sumber diri.
7. Ketergantungan kimiawi.
8. Perhatian kurang.
9. Pertukaran dalam status mental.
10. Ketidakmampuan bersosialisasi.
11. Gangguan komunikasi.
12. Ketidakmampuan mengembangkan perasaan puas dalam hubungan
sosial.
13. Perceraian.
14. Homoseksual.
15. Kemiskinan.
D. Diagnosa Keperawatan
Budi Ana Keliat (1998)
mengemukakan untuk memudahkan penyusunan diagnosa keperawatan, maka disusun
pohon masalah.
|
|
Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa menurut NANDA:
1. Resiko tinggi kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kurangnya
stimulus lingkungan.
3. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan konsep diri..
4. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping
individu tidak efektif.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
persepsi atau kognitif.
Kerusakan Interaksi
Sosial Berhubungan Dengan Gangguan Konsep Diri.
Definisi: ketidakcukupan atau kuantitas berlebih atau
tidak efektifnya kualitas pertukaran sosial.
Batasan karakteristik:
1. Mengemukakan secara verbal atau teramati ketidakmampuan
untuk menerima atau mengkomunikasikan rasa kepedulian, perhatian, ketertarikan
atau berbagi rasa secara memuaskan.
2. Mengemukakan secara verbal atau teramati ketidaknyamanan
dalam situasi sosial.
3. Teramati ketidaksuksesan dalam perilaku interaksi sosial.
4. Disfungsional interaksi dengan teman, keluarga, dan orang
lain.
5. Informasi dari keluarga: perubahan pola atau gaya
berinteraksi.
Faktor yang
berhubungan:
1. Kurang pengetahuan atau ketrampilan tentang cara untuk
meningkatkan kebersamaan.
2. Isolasi terapeutik.
3. Disonansi sosiokultural.
4. Keterbatasan mobilitas fisik.
5. Hambatan lingkungan.
6. Hambatan dalam komunikasi.
7. Gangguan proses pikir.
8. Tidak adanya orang lain atau teman signifikan.
9. Gangguan konsep diri.
Dengan kriteria hasil:
1. Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain.
2. Pasien berpartisipasi dalam aktifitas.
3. Mengidentifikasi tingkah laku problematik yang
menghalangi sosialisasi.
4. Penggantian tingkah laku sosial:disruptif menjadi
konstruktif.
5. Keluarga akan menggambarkan strategi untuk mendukung
sosialisasi yang efektif.
F. Implementasi
Intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan sesuai
dengan NIC:
1. Modifikasi perilaku: ketrampilan sosial.
Definisi: bantu pasien untuk mengembangkan atau
meningkatkan ketrampilan sosial interpersonal.
Aktifitas:
-
Bantu pasien
mengidentifikasi masalah dari kurangnya ketrampilan sosial.
-
Dukung pasien untuk
memverbalisasikan perasaannya berkaitan dengan masalah interpersonal.
-
Bantu pasien
mengidentifikasi hasil yang diinginkan dalam hubungan interpersonal atau
situasi yang problematik.
-
Bantu pasien
mengidentifikasi kemungkinan tindakan dan konsekuensi dari hubungan
interpersonal/ sosialnya.
-
Identifikasi ketrampilan
sosial yang spesifik yang akan menjadi fokus training.
-
Bantu pasien
mengidentifikasi step tingkah laku untuk mencapai ketrampilan sosial.
-
Sediakan model yang
menunjukkan step tingkah laku dalam konteks situasi yang berarti bagi pasien.
-
Bantu pasien bermain
peran dalam step tingkah laku.
-
Sediakan umpan balik
(penghargaan atau reward) bagi pasien jika pasien mampu menunjukkan ketrampilan
sosial yang ditargetkan.
-
Didik orang lain yang
signifikan bagi pasien (keluarga, grup, pimpinan) dengan cara yang tepat
mengenai tujuan dan proses training ketrampilan sosial.
-
Libatkan orang lain yang
signifikan bagi pasien dalam session trai ning ketrampilan sosial (bermain
peran) dengan pasien, dengan cara yang tepat.
-
Sediakan umpan balik
untuk pasien dan orang lain yang signifikan tentang ketepatan dari respon
sosial dalam situasi training.
-
Dukung pasien dan orang
lain yang signifikan untuk mengevaluasi hasil dari interaksi sosial, memberikan
reward pada diri sendiri untuk hasil yang positif dan penyelesaian masalah yang
hasilnya masih kurang dari yang diharapkan.
-
Diskusikan tanggung
jawab pasien untuk hubungan 1-1 perawat klien.
-
Siapkan terminasi dengan
cara yang tepat.
-
Sampaikan pengakuan dan
penyelesaian selama hubungan.
-
Fasilitasi usaha pasien
untuk melakukan review pengalaman hubungan terapeutik.
-
Dukung pasien untuk
berinteraksi dengan yang lain dengan menggunakan perilaku yang positif.
3. Peningkatan sosialisasi.
Definisi: memfasilitasi kemampuan untuk berinteraksi
dengan yang lain.
Aktifitas:
-
Dukung pengembangan
keterlibatan dalam hubungan yang telah terbina. Misal sikap ramah, murah
senyum, sopan, menghormati, perkataan misalnya: “bagaimana perasaanmu hari
ini?”
-
Mengajak berbicara
hal-hal yang sederhana.
-
Meningkatkan kesabaran
dalam mengembangkan hubungan. Misalnya saat pasien menolak minum obat, perawat
tetap sabar.
-
Meningkatkan hubungan
dengan orang yang mempunyai ketertarikan dan tujuan yang sama. Misal perawat
mengenalkan pasien dengan pasien lain yang mempunyai tujuan yang sama untuk
sembuh sehingga pasien lebih bersemangat untuk sembuh.
-
Dukung aktifitas sosial
dan komunitas. Misal ada kunjungan pada pasien perawat mengijinkan asal masih
wajar, jaga ketenangan di rumah sakit, selama kunjungan itu mempunyai efek
terapeutik pada pasien.
-
Dukung pasien untuk
membagi masalah yang dimiliki dengan orang lain. Misal meminta pasien untuk
menceritakan apa yang dirasakan dan penyebab terjadi perasaannya itu.
-
Dukung kejujuran dalam
hal menunjukkan jati diri pasien pada orang lain. Misal meminta pasien berterus
terang tentang dirinya kepada orang lain apabila tidak menyebabkan pasien
merasa malu, dan meminta pasien berterus terang pada perawat untuk membantu
perawat memahami masalah pasien.
-
Dukung ketertarikan baru
secara menyeluruh. Misal mengenalkan pasien pada aktifitas baru dan
memfasilitasi jika pasien merasa tertarik.
-
Dukung menghormati hak
orang lain. Misal perawat menyampaikan bahwa dia juga mempunyai tugas merawat
pasien lain sehingga pasien menyadari bahwa hubungan yang terjalin adalah
hubungan profesional.
-
Mengijinkan pengetesan
dari batasan hubungan, misal perawat menjelaskan batasan dari hubungan profesional
perawat pasien.
-
Memberikan umpan balik
tentang kemajuan dalam perawatan mengenai penampilan personal atau aktifitas
lain.
-
Bantu pasien meningkatkan
kesadaran mengenai kekuatan dan batasan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Misal bantu pasien mehami kekuatannya dalam berkomunikasi dan batasan-batasan
yang dapat diterima dalam berkomunikasi dengan orang lain.
-
Gunakan bermain peran
untuk mempraktekkan peningkatan ketrampilan dan teknik komunikasi.misal perawat
memberi contoh cara dan teknik komunikasi dan memberi kesempatan pasien
mempraktekkan dalam situasi yang aman (misal drama).
-
Sediakan model peran
yang mengekspresikan marah dengan cara yang tepat. Misal perawat memberi contoh
cara menyalurkan marah dengan tepat misal dengan teknik konfrontasi.
-
Konfrontasi mengenai
kerusakan penilaian oleh pasien dengan cara yang tepat. Misal pasien mengira
orang lain yang pendiam dianggap mengacuhkan dirinya, maka perawat mengkonfrontasi
penilaian tersebut sehingga pasien mempunyai alternatif penilain yang diharapkan
tidak membuat pasien tidak nyaman dengan adanya kerusakan penilaian tersebut.
-
Meminta dan mengharapkan
komunikasi nonverbal. Misal dengan perkataan, “apabila anda mau
berbincang-bincang dengan saya mungkin kita akan menemukan masalah yang
mengganggu pikiran anda”.
-
Berikan umpan balik
positif pada saat pasien mampu memahami hal lain.
-
Dukung pasien untuk
merubah lingkungan, misal dengan jalan-jalan.
-
Memfasilitasi masukan
dari pasien dan perencanaan dan aktifitas di masa depan. Misal, “menurut anda,
aktifitas apa yang akan anda lakukan ke depan”.
-
Dukung rencana grup
kecil untuk aktifitas spesial. Misal rekreasi, diskusi bersama.
4. Peningkatan sistem dukungan.
Definisi: memfasilitasi dukungan dari pasien oleh
keluarga, teman dan komunitas.
Aktifitas:
-
Mengkaji respon
psikologi terhadap situasi dan ketersediaan sistem dukungan.
-
Menentukan keadekuatan
dari jaringan sosial yang ada.
-
Mengidentifikasi tingkat
dukungan keluarga.
-
Menentukan sistem
dukungan yang saat ini digunakan.
-
Menentukan tahanan untuk
menggunakan sistem dukungan.
-
Monitor situasi keluarga
saat ini.
-
Dukung pasien
untukberpartisipasi dalam aktifitas sosial dan komunitas.
-
Dukung hubungan dengan
orang lain yang mempunyai ketertarikan dan tujuan yang sama.
-
Rujuk pada self help
grup jika tepat.
-
Mengkaji sumber
komunitas yang adekuat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.
-
Rujukm pada program
promosi. Pencegahan/ penanganan/ rehabilitasi di komunitas dengan cara yang
tepat.
-
Sediakan pelayanan
dengan perilaku caring dan suportif.
-
Libatkan keluarga/ SO/ teman
dalam perawatan dan perencanaan.
Daftar Rujukan
Keliat ,Budi Ana; Proses Keperawatan Jiwa, EGC,
Jakarta, 1998
Caplan ,Harrold I; Sadock Benjamin
J; Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya Medika, Jakarta,
1998
NANDA; Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2001-2002;
the North American Nursing Diagnosis Association; Philadelphia; USA; 2001
Nurjannah, Intansari; Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa:
Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien;
Mocomedia; Yogyakarta; 2004
WF. Maramis, Catatan Ilmu Kesehatan Jiwa, Airlangga
University Press, Ssurabaya, 1998
Mc Farland, Getrude K., Mc Farlane ,A. Elisabet, Nursing Diagnosis
and Intervention ( Planning For Patients Care ) second edition,
Mosbysear book Inc, St Louis, Missouri, 1993
0 komentar :
Posting Komentar